Friday, April 15, 2016

Catatan diskusi DIM RUUJK

DISKUSI DIM RUU JASA KONSTRUKSI

Pengantar:
Undang-Undang sebagai fungsi hukum tentu diharapkan berlaku dalam jangka waktu panjang dan tidak mudah usang dihadapkan dengan perkembangan masyarakat. Ketentuan cara perubahan yang sulit dimaksudkan agar perubahan undang-undang dilakukan dengan pertimbangan yang benar-benar matang, bukan pertimbangan sederhana apalagi hanya karena keinginan atau kepentingan kelompok tertentu. Mekanisme khusus juga dimaksudkan agar dalam proses perubahan undang-undang memberikan ruang dan waktu yang memadai bagi masyarakat jasa konstruksi untuk menyampaikan pandangan dan terlibat dalam diskursus publik.
Dengan demikian, undang-undang akan benar-benar terwujud sebagai kesepakatan bersama seluruh stakeholders, bukan produk “elit politik” semata. Karena itu, usulan perubahan undang-undang harus dilandasi oleh pemikiran mendasar dan penting (secara filosofis dan sosiologis). Pemikiran mendasar dimaksudkan bahwa perubahan tersebut dilandasi oleh perubahan mendasar yang terjadi di masyarakat atau perubahan tersebut benar-benar dibutuhkan untuk memperbaharui tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan juga harus bersifat penting, artinya tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan selain melalui perubahan secara formal dengan filosofi dasar: “Hukum pada masa ini dan hukum pada masa lampau merupakan satu kesatuan. Itu berarti bahwa kita dapat mengerti hukum kita pada masa kini, hanya dengan penyelidikan sejarah; bahwa mempelajari hukum secara ilmu pengetahuan harus bersifat juga mempelajari sejarah. Azas dari segala penyelidikan keilmuan ialah bahwa memperoleh pengertian tentang gejala-gejala tak akan mungkin dengan tiada mengetahui hubungan-hubungannya.”
(L. J. Van Apeldoorn, di dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hukum”).

Pokok-pokok Diskusi:
1. Usulan perubahan UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang merupakan hak inisiasif DPR RI (Komisi V), telah melalui kajian Naskah Akademis yang dalam pembahasannya tetap dengan nama Undang-Undang Jasa Konstruksi. 
2. Subtansi isi RUU Jasa Konstruksi inisiatif DPR RI dan DIM RUUJK dari Pemerintah pada hakekatnya berbeda secara filosofis dan sosiologis terhadap dasar lahirnya UU Jasa Konstruksi No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, sehingga RUU ini  selayaknya menjadi UU Usaha Konstruksi bukan UU pengganti UU No. 18 tahun 1999 karena wilayah Jasa dengan wilayah Usaha adalah merupakan wilayah yang berbeda.
3. Lembaga sebagai satu-satunya wadah bersama bagi 4 (empat) pemangku kepentingan Jasa Konstruksi dalam kesetaraan, dengan 5 (lima) tugas pokok dan fungsi yang dalam kurun waktu 16 tahun ini telah menjalankan tugasnya dengan terus melakukan perbaikan pelaksanaannya dengan mengacu kepada perbaikan dan perkuatan produk hukum baik Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri, sehingga diharapkan perubahan UU Jasa Konstruksi tidak perlu menghilangkan payung induk keberadaan Lembaga dan peran Asosiasi karena hal ini bukan konsepsi pembinaan yang baik dan berkelanjutan.
4. Perbaikan proses sertifikasi dan registrasi dalam kurun waktu 4 tahun terakhir dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2010, dimana Lembaga telah membentuk 33 Unit Sertifikasi Badan Usaha (USBU) dan 33 Unit Sertifikasi Tenaga Kerja (USTK) dan lebih dari 30 Unit Sertifikasi Tenaga Kerja bentukan Masyarakat (USTKM) serta Asosiasi diberi kewenangan melakukan verifikasi dan validasi (VVA) keabsahan data anggotanya telah berjalan dengan baik walapun menghadapi tantangan dan kendala, hal ini tercermin dari sebelumnya ada 182.800 BUJK, kemudian bergerak menuju jumlah proporsional idealnya menjadi 117.000 BUJK. Sehingga pengembalian kewenangan sertifikasi kepada Asosiasi “terakreditasi” akan mengembalikan ambruknya akuntabilitas SBU/SKA/SKTK, dan akan mendorong tumbuhkembangnya jumlah Asosiasi, juga mengambil alih “Peran Sertifikasi/Registrasi“ kepada pemerintah/ad hoc/independen dsbnya” bukanlah tujuan pokok DPR menginisiasi RUU Jasa Konstruksi, karena hal ini sama dengan melikuidasi Lembaga yang sudah 16 tahun berperan dalam kehidupan  Jasa Konstruksi Indonesia tanpa di biayai pemerintah dan telah memiliki Sumber Daya Manusia yang sangat besar. Sebagai catatan : Sertifikasi adalah Sarana Pengikat absolut terhadap pembinaan secara proposional.
5. Hendaknya perubahan UU Jasa Konstruksi dengan tegas menyatakan bila terjadi sengketa kontrak konstruksi terdapat batasan antara ranah perdata dan ranah pidana yang memberikan perlindungan kepada pelaku Jasa Konstruksi dari tindakan “kriminalisasi”, dimana pengaduan “masyarakat” tidak dapat dijadikan “alasan” tindaklanjut bila tidak disertai indentitas yang syah dan adanya indikasi tindak pidana, oleh karenanya perlindungan terhadap pelaku Jasa Konstruksi seharusnya diatur dalam BAB khusus, supaya pengaturannya lebih detail, mengingat pelaku Jasa Konstruksi juga adalah aset nasional.

Medan, 12 April 2016
Ir. Robertman Sirait

Friday, November 27, 2015

RUUJK 2015

POKOK-POKOK PIKIRAN

GABUNGAN PERUSAHAAN KONSTRUKSI NASIONAL INDONESIA

( GAPEKSINDO )

ATAS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

TENTANG

JASA KONSTRUKSI

PADA RAPAT KOORDINASI NASIONAL II TAHUN 2015

TANGGAL 23 OKTOBER 2015 DI JAKARTA

 

A. LATAR BELAKANG.

Jasa Konstruksi adalah salah satu usaha dalam sektor ekonomi yang memiliki nilai strategis dalam mendukung tercapainya pembangunan nasional. Jasa konstruksi jugamerupakan bagian penting dari terbentuknya produk konstruksi, karena jasa konstruksi menjadi arena pertemuan antara penyedia jasakonstruksi dengan pengguna jasa konstruksi

Kerangka teoritis konstruksi pada dasarnya terdiri atas usaha (industri) dan pengusahaan (tata niaga) dari suatu produk konstruksi dengan modalitasnya adalah permodalan, sumberdaya manusia, teknologi, model proses bisnis dan informasi, akses pasar, sistem traksaksi dan penjaminan kualitas, serta sistem kontrak.

Selain itu, perkembangan jasa konstruksi juga tidak bisa dilepaskan dari konteks proses transformasi politik, budaya, ekonomi, dan birokrasi yang sedang terjadi. Saat ini pengembangan jasa konstruksi dihadapkan pada masalah domestik berupa dinamika penguatan masyarakat sipil sebagai bagian dari proses transisi demokrasi di tingkat daerah dan nasional,serta berkembangnya beragam model transaksi dan hubungan antara penyedia dengan pengguna jasa konstruksi dalam lingkup pemerintah dan swasta. 

Salah satu upaya untuk menjawab tantangan pengembangan jasa konstruksi,dibutuhkan upaya penataan dan penguatan kembali pengaturan kelembagaan dan pengelolaan sektor jasa konstruksi, untuk menjamin sektor konstruksi Indonesia dapat tumbuh, berkembang, memiliki nilai tambah yang meningkat secara berkelanjutan, lebih profesional, dan memiliki daya saing, serta terhindarnya para pelaku jasa konstruksi dari upaya “kriminilasi” dengan perbaikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang telah berlaku selama 16 (enambelas) tahun.

Pengaturan “ulang” jasa konstruksi seharusnya dapat menjamin sepenuhnya pembangunan sektor konstruksi yang kokoh dan handal, terutama dalam menghadapi persaingan global. Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi terbaru seharusnya menjamin pemahaman yang sama di antara para pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap konsepsi demokratisasi industri konstruksi; interpretasi yang sama terhadap peran pemerintah, peran masyarakat dalam bentuk lembaga pengembangan jasa konstruksi dan forum jasa, pertimbangan kontrak proyek konstruksi sebagai ranah perjanjian para pihak secara privat, serta peran institusi masyarakat (asosiasi, badan sertifikasi, institusi diklat, dan LSM); pengaturan kewenangan dan proses akreditasi dan sertifikasi yang bebas dari konflik kepentingan. 

Pokok-pokok pikiran pada RAKORNAS GAPEKSINDO ini bertujuan untuk menelaah Draft Rancangan Undang-Undang Jasa Konstruksi yang merupakan inisiatif DPR RI yang menjadi salah satu prioritas untuk dibahas oleh Komisi V DPR RI dalam masa sidang tahun 2015terhadap beberapa aspek, dengan memperhatikan:

1. Permasalahan yang menjadi isu pokok perlu diubahnya Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi.
2. Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Jasa Konstruksi.
3. Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan RUU tentang Jasa Konstruksi.
4. Jangkauan, arah pengaturan, kebijakan, dan ruang lingkup materi muatan RUU tentang Jasa Konstruksi.

Sehingga perubahan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi ini seharusnya menjadi landasan hukum yang mampu menjawab tantangan pengelolaan dan pengembangan jasa konstruksi dan kelembagaannya.

 

B. KAJIAN.
1. Aspek Pembinaan Sektor Konstruksi.

Pemerintah memiliki peran strategis dalam pembinaan dan investasi di bidang jasa konstruksi. Secara praktis peran pembinaan ini sangat erat kaitannya dengan domain manajemen pemerintah dalam melakukan pengaturan, pengawasan dan pemberdayaan sektor konstruksi. Oleh karena itu, pemerintah perlu menetapkan apa yang menjadi urusan pemerintah kaitannya dengan pembinaan dan investasi di bidang jasa konstruksi.

Domain manajemen pemerintah terkait dengan urusan pembinaan konstruksi (pengaturan, pengawasan dan pemberdayaan),dan investasi di sektor konstruksi yang meliputi segmen berbentuk perdagangan konstruksi (construction trade) serta industri konstruksi (construction industry), dengan aspek informasi pasar (market information); cara-cara memasuki pasar konstruksi (entry to construction market); transaksi atau pengadaan; serta kebutuhan akuntabilitas publik dari produk barang dan jasa di pasar konstruksi, juga berkaitan dengan usaha di bidang konstruksi, termasuk jasa konstruksi yang membutuhkan dukungan sumberdaya usaha, seperti ketersediaan teknologi, akses kepada kapital pada lembaga keuangan, profesionalitas sumberdaya manusia, serta efektifitas proses usaha (business process).

 

2. Aspek Usaha Jasa konstruksi/Segmentasi Pasar/Persyaratan Usaha.

Jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis dalam berbagai sasaran guna menunjang tujuan nasional, dimana pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Untuk itu dirasakan perlu pengaturan secara rinci dan jelas mengenai aspek usaha jasa konstruksi berdasarkan segmentasi pasar dan persyaratan usaha.

Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi dan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan kualifikasi kecil dan besar berdasarkan resiko, teknologi, serta biaya yang dikeluarkan para pihak dalam suatu pekerjaan.

Pengguna jasa dan penyedia jasa dapat merupakan orang perseorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum dan yang bukan berbentuk badan hukum.

Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan melalui prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan, dan dalam keadaan tertentu dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung.

 

3. Aspek Pengikatan Jasa Konstruksi/Kontrak Kerja Konstruksi.

Pengaturan hubungan kerja konstruksi antara pengguna dan penyedia jasa harus dituangkan dalam kontrak konstruksi. Suatu kontrak konstruksi harus dibuat dalam bahasa Indonesia. Dalam hal kontrak kerja konstruksi dengan pihak asing dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Suatu kontrak kerja konstruksi sekurang kurangnya harus mencangkup uraian sesuai dengan Pasal 48 RUUJK

Kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan harus mencantumkan hak atas kekayaan intelektual (HAKI)

 

4. Aspek Kegagalan Pekerjaan Konstruksi/Kegagalan Bangunan.

Dalam suatu penyelenggaraan jasa konstruksi terdapat kemungkinan terjadinyakegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan. Oleh karena itu para pihak yang melakukan perikatan/kontrak konstruksi dapat mengajukan gugatan atas dugaan tindakan perbuatan melawan hukum setelah mendapat rekomendasi dari tim/panel penilai ahli bila terjadi kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan.

 

5. Aspek Sertifikasi dan Registrasi/Her registrasi Jasa Konstruksi.

Penyedia jasa konstruksi yang berbentuk badan usaha harus memenuhi ketentuan perizinan usaha di bidang jasa konstruksi dan memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi jasa konstruksi.

Standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian kerja adalah pengakuan tingkat keahlian kerjadari badan usaha, baik itu badan usaha nasional maupun badan usaha asing yang berusaha di bidang jasa konstruksi.

Pengakuan tersebut diperoleh dari assesment/ujian melalui sebuah badan yang bertugas untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut

Proses untuk mendapatkan tersebut diperoleh melalui kegiatan registrasi/her registrasi yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi. Dengan demikian hanya badan usaha yang memiliki sertifikat tersebut yang dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan hal-halyang tertera di dalam registrasi/her registrasitersebut

 

6. Aspek Partisipasi Masyarakat.

Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengawasan penyelenggaraan Jasa Konstruksi dengan cara mengakses informasi dan keterangan terkait dengan kegiatan kontruksi yang berdampak pada kepentingan masyarakatdan melakukan upaya mendapatkan ganti rugi atau kompensasi terhadap dampak yang ditimbulkan dari kegiatan Jasa Konstruksi.

Masyarakat dapat membentuk asosiasi profesi dan asosiasi badan usaha di bidang Jasa Konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 

Selain berpartisipasi dalam pengawasanmasyarakat juga dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah bagi perumusan kebijakan Jasa Konstruksi.

 

7. Aspek Penyelesaian Sengketa/Sanksi Administratif/Pidana.

Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi dimungkinkan terjadinya sengketa antara para pihak, baik itu penyedia jasa, pengguna jasa, atau masyarakat. Apabaila terjadi sengketa, maka perlu diatur mengenai penyelesaian sengketa para pihak. Prinsip dasar dalam penyelesaian sengketa yang terjadi dalam Kontrak Kerja Konstruksi adalah secara musyawarah antar para pihak untuk mencapai suatu kemufakatan. Namun demikian, apabila musyawarah para pihak tidak dapat mencapai suatu kemufakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi, berupa mediasi, konsiliasi, dewan sengketa, arbitrase, dan/atau melalui pengadilan.

 

C. REKOMENDASI.

Rekomendasi Hasil Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) GAPEKSINDO tanggal 21 – 23 Oktober 2015 di Hotel Grand Mercure Jakarta Kemayoran mengenai RUUJK adalah (terlampir):

1. Usulan atas Hasil Pembahasan Sidang mengenai Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Jasa Konstruksi pada Rapat Koordinasi Nasional Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (GAPEKSINDO) tanggal 21-23 Oktober 2015 di Jakarta.
2. Matrik Rekomendasi Utama Hasil Rapat Koordinasi Nasional Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (GAPEKSINDO) tanggal 21-23 Oktober 2015 di Jakarta mengenai Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Jasa Konstruksi.

POKOK-POKOK PIKIRAN RAKORNAS II GAPEKSINDO

 

Sunday, October 27, 2013

Nota Pendirian Biro Advokasi

GAPENSI – GAPEKSINDO – ASPEKINDO

PROVINSI SUMATERA UTARA

Sekretariat : Jl. Sei Mencirim No. 75, Medan  20122

 

NOTA PENDIRIAN BIRO ADVOKASI & MEDIASI

GAPENSI, GAPEKSINDO, ASPEKINDO
PROVINSI SUMATERA UTARA

 

 

Hari, tanggal: Sabtu, 26 Oktober 2013
TempatBalai Citra The Tiara Hotel & Convention Centre, Medan,

 ​            JL. Cut Meutia, Medan 20152

 

 

Sebagai tindak lanjut Kesepahaman Bersama antara BPD GAPENSI-SUdan DPD GAPEKSINDO-SU dan DPP ASPEKINDO-SU dalam rangkapembinaan dan penetrasi pasar usaha jasa konstruksi dan terwujudnya tertibpenyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraankedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dankewajibanmeningkatkan kepatuhan pada peraturan perundang-undangandan mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksiserta terwujudnya persaingan usaha jasa konstruksi yang sehat guna mencapai tujuan Pembangunan Nasional khususnya Daerah Provinsi Sumatera Utara, yang secara nyata berkaitan dengan masalah hukum, makauntuk memfasilitasi kebutuhan anggota asosiasi dengan ini di deklarasikan berdirinya Biro Advokasi dan Mediasi GapensiGapeksindoAspekindopada hari Sabtu, 26 Oktober 2013 bertempat di Medan.

Hal-hal lainnya akan diatur kemudian.


                                             Deklarator:

BPD        GAPENSI-SU

DPD GAPEKSINDO-SU

DPP   ASPEKINDO-SU

 

 

 

 

 

 

 

TM Pardede, ST

Erikson L.Tobing

Yuzelfi, SH

WklKetua Umum-I

Ketua Umum

Ketua Umum

 

 

 

Biro Advokasi & Mediasi:

 

 

 

 

 

 

 

 

.
A. Hakim Siagian, SH

Musa  Panggabean, SH

Juni     Sitanggang, SH

 

Sekretariat: Jl. Sei Mencirim No.75 Medan

 

Diskusi pembinaan usaha jasa konstruksi, 26-10-2013

 

Page 2

 

Resume Diskusi Interaktif

GAPENSI – GAPEKSINDO – ASPEKINDO

PROVINSI SUMATERA UTARA

Sekretariat : Jl. Sei Mencirim No. 75, Medan  20122

 

RESUME DISKUSI INTERAKTIF

 

Hari, Tanggal: Jumat, 27 September 2013

TempatGrand Swiss Bell Hotel Medan

Waktu: 08.15 – 11.55 WIB

 

Thema:

"Implementasi Peraturan Perundang-undangan dalam Proses Pengadaan Jasa Konstruksi di Sumatera Utara"

 

 



 

Pengantar Diskusi.

Menyikapi perkembangan dunia usaha jasa konstruksi di Sumatera Utara, khususnya dalam proses pengadaan pekerjaan konstruksi akhir-akhir ini maka Gapensi, Gapeksindo dan Aspekindo Sumatera Utara sebagai bagian dari masyarakat jasa konstruksi memandang perlu adanya penyamaan persepsi antara pengguna dan penyedia jasa konstruksi dalam mengimplementasikan peraturan perundang-undangan dalam proses pengadaan pekerjaan konstruksi dan untuk memfasilitasi keinginan tersebut dan sebagai bentuk pertanggungjawaban asosiasi dalam pembinaan dunia usaha jasa konstruksi dan setelah melalui proses konsultasi dengan pihak BP Konstruksi PU dan LKPP, diadakan suatu pertemuan dalam "Diskusi Interaktif" dengan thema:"Implementasi Peraturan Perundang-undangan dalam Proses Pengadaan Jasa Konstruksi di Sumatera Utara" di Grand Swiss Bell Hotel Medan pada hari Jumat tanggal 27 September 2013 yang dihadiri langsung oleh Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian PU, Ir. Hedyanto W Husaini, MSCE, M.Si dan Direktur Monitoring dan Evaluasi LKPP, Ir. Riad Horem, Dipl.HE sebagainarasumber juga dihadiri oleh Kepala Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan BPKonstruksi. Ir. Ismono, SH dan Kepala Bidang Regulasi dan Kelembagaan BPKonstruksi. DR. Ir. Putut Marhayudi dan Kepala BBPJN-I, Ir. Wijaya Seta, dan Kepala Biro Pembangunan Pemprovsu, Ir. Ibnu S. Hutomo serta salah seorang staff yang mewakili Kepala BWSS-II juga peserta lainnya yang mewakili Pengurus LPJKP-SU, Ketua Umum Asosiasi Gapensi, Gapeksindo, Aspekindo dan beberapa undangan sehingga jumlah total peserta diskusi sebanyak 31 orang.

Dalam Diskusi Interaktif ini sebagai moderator Ir. Saut B. Pardede serta bertindak selaku penyelenggara adalah Gapensi, Gapeksindo, Aspekindo, Astti, Asttatindo KonstruksiSumut.com dan didukung oleh Gamana Krida Bhakti, Divisi AMP Asosiasi Sumut, Koperasi Gapensi Sumut, Koperasi Gapeksindo Sumut dan Koperasi Aspekindo Sumut.

Berdasarkan hasil pemaparan para narasumber dan tanggapan para peserta serta diskusi yang hangat, dapat disimpulkan beberapa hal yang terrangkum sebagai berikut:

Kepala BPKonstruksi PU, Ir Hedyanto W Husaini, MSCE, M.Si:

1.
Seluruh stakeholder jasa konstruksi di Sumut diminta bekerja sama untuk saling mempererat hubungan sehingga bisa memenangkan persaingan di rumah sendiri. Terlebih menghadapi AFTA 2015 yang sudah di depan mata.
2.
Masyarakat jasa konstruksi di Sumut adalah satu keluarga besar yang berlayar dalam satu kapal besar, sehingga harus bersatu agar mencapai tujuan bersama.
3.
Akan ada diskusi interaktif secara rutin dengan masyarakat jasa konstruksi di Sumut yang akan dihadiri Bapekon untuk memperbaiki hubungan antarpengguna dan penyedia jasa konstruksi Sumut.
4.
LPJKP Sumut dan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN)-I diminta melakukan pertemuan rutin setiap bulan untuk membahas dan mempertegas peraturan-peraturan yang akan berlaku ke depan, agar semua peraturan tersebut terinformasi secara lengkap kepada pelaku jasa konstruksi. Setiap masalah yang terjadi antara pengguna dan penyedia jasa konstruksi di Sumut nantinya akan dikomunikasikan dalam diskusi tersebut.
5.
Kontraktor lokal harus diberdayakan, tetapi harus yang memiliki kompetensi dan kerjanya bagus.

Direktur Monitoring dan Evaluasi LKPP, Riad Horem:

1.
Penerapan Undang-Undang Jasa Konstruksi harus diawasi bersama karena stakeholder jasa konstruksi banyak tak memahaminya.
2.
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) banyak belum memahami aturan UU Jasa Konstruksi sehingga kerap sembarangan melakukan blacklist terhadap kontraktor.
3.
Peran asosiasi harus diperkuat dalam sektor jasa konstruksi.
4.
Masyarakat jasa konstruksi adalah team work. Tidak perlu ribut. Kebersamaan akan memberikan hasil yang baik.
5.
Pelaksana dan KPA tidak bekerjasama dalam menerapkan prinsip-prinsip pelaksanaan pekerjaan dengan efektif dan efisien sehingga jadwal waktu pekerjaan banyak yang molor dan terjadi pemutusan kontrak yang merugikan kontraktor.
6.
Pengawasan tidak saja dilakukan di awal pelaksanaan proyek, tapi juga di akhir pelaksanaan kontrak oleh asosiasi dan LPJK.

Moderator, Ir. Saut Pardede:

1.
Badan Pembinaan Konstruksi (Bapekon) Kementerian Pekerjaan Umum dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) diharapkan bisa mencari solusi atas kekakuan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa konstruksi di Sumut.
2.
Masih ada satu kekakuan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa konstruksi di Sumut. Sehingga harus ada kesepakatan untuk menciptakan satu pemahaaman yang sama, sehingga tindakan impelementasinya bisa sama antara pengguna dengan penyedia jasa.
3.
Penekanan UU Jasa Konstruksi sejatinya terletak pada kesetaraan. Namun pada kesetaraan tersebut masih terjadi kekakuan. Asosiasi tidak menempatkan diri, tidak menjunjung atitude, kompetensi dan sebagainya sehingga ada satu ketimpangan. Di satu sisi, pembina kita menempatkan kita sebagai pihak yang harus menerima sesuatu yang sudah ditetapkan. Padahal kesetaraan itu harus ada kesepakatan bersama. Ini yang tidak pernah terbuka, terutama dalam kondisi sekarang ini yang rawan pemeriksaan-pemeriksaan dan pasar kita sangat empuk.
4.
Asosiasi merupakan hal pokok karena peran asosiasi sebagai bamper dalam permasalahan anggota, juga sebagai pengambil kebijakan. Sebab informasi-informasi mengenai konstruksi, terutama untuk pengusaha kecil sangat jauh jaraknya untuk dicapai.
5.
Belakangan ini, terutama dalam Perlem (peraturan lembaga) yang akan dan sudah berjalan, nampaknya mengurangi peran asosiasi. Padahal dalam kondisi apapun, termasuk politik, dibutuhkan bamper sehingga kita dapat pemecahan masalah yang kita hadapi.

Ketua LPJKP Sumut, Ir. Murniati Pasaribu:

1.
Harus ada keberpihakan pada pengusaha lokal dalam membina dunia jasa konstruksi Sumut.
2.
Untuk menata badan usaha menjadi professional, harus sering dilakukan pertemuan-pertemuan seperti diskusi interaktif ini.
3.
Setiap permasalahan yang terjadi harus diselesaikan secara bersama-sama dengan duduk bersama. Terlebih menghadapi tahun 2014 dimana akan banyak peraturan-peraturan baru dan perubahan-perubahan peraturan sehingga harus disikapi secara serius untuk meminimalisir permasalahan yang akan timbul.

Ketua Umum BPD Gapensi Sumut, H. Makmur Azis, SH:

1.
Pemerintah diminta memperhatikan kontraktor lokal, terutama kontraktor kecil dalam pengerjaan proyek-proyek pemerintah di Sumatera Utara (Sumut). Dengan demikian, kontraktor kecil bisa tumbuh dan berkembang sekaligus dapat meningkatkan perekonomian daerah.
2.
Rantai pasok konstruksi belum berjalan dengan baik. Sebab anggaran yang ada sangat berbanding terbalik dengan jumlah kontraktor. Jumlah pengusaha kecil menengah mencapai 85 persen tapi porsi anggaran yang diperebutkan hanya 15 persen. Sementara pengusaha besar yang jumlahnya hanya 15 persen, porsi anggarannya mencapai 85 persen.
3.
Asosiasi menginginkan semua pihak yang memiliki kewenangan dalam hal kebijakan, memperhatikan pengusaha lokal, terutama pengusaha kecil. Salah satunya dengan menggandeng pengusaha lokal kecil dalam mengerjakan proyek. Aspsiasi sudah sepakat BUMN menjadi lokomotif dengan menarik gerbong kontraktor lokal. Selama ini hanya hiasan bibir saja pengusaha lokal sebagai subkontraktor. Kalau bisa dilakukan kerjasama operasi sehingga bisa menumbuhkembangkan dan menyehatkan kontraktor lokal.

Ketua Umum DPD Gapeksindo Sumut, Erikson L. Tobing:

1.
Asosiasi seharusnya diperlakukan sebagai anak kandung di Sumut sehingga kerjasama antar pengguna dan penyedia jasa konstruksi di Sumut dapat ditingkatkan.
2.
Bapekon diharapkan sebagai rumah gadang, tempat  masyarakat jasa konstruksi Sumut bisa mendapat pengayoman dan bimbingan sehingga ada tempat bagi pelaku jasa konstruksi untuk mengadu dan menyelesaikan masalah mereka.
3.
Masyarakat jasa konstruksi harus memiliki roh kebersamaan agar kompak dan bersatu sehingga semua masalah dapat diselesaikan dengan duduk bersama sehingga tidak akan terjerumus ke dalam masalah hokum karena telah memahami aturan dan mengimplementasikannya dengan benar.*

 

Resume/Kesimpulan Diskusi Interaktif:

Dalam rangka pembinaan dan penataan pasar jasa konstruksi serta menyongsong pemberlakuan pasar bersama Asean tahun 2015, perlu keterlibatan semua pihak baik pengguna maupun penyedia jasa dalam meningkatkan kompetensi badan usaha jasa konstruksi lokal dengan adanya sikap keberpihakan (affermative) yang difasilitasi oleh Pemerintah (BPKonstruksi) selaku pembina jasa konstruksi dan LKPP selaku pembuat kebijakan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah serta Asosiasi selaku bagian dari masyarakat jasa konstruksi.

Pembinaan dan penataan pasar jasa konstruksi harus didukung dengan implementasi peraturan perundang-undangan dibidang jasa konstruksi (UU Jasa Konstruksi, PP, Permen PU, SE Menteri PU termasuk Peraturan LPJK) secara konsisten dan konsekuen.

Demikian Resume/Kesimpulan diskusi interaktif ini diperbuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Pemrakarsa:

BPD GAPENSI-SU

DPD GAPEKSINDO-SU

DPP ASPEKINDO-SU

 

 

 

 

 

 

 

TM. Pardede, ST

Erikson L.Tobing

Yuzelfi, SH

Wkl.Ketua Umum-1

Ketua Umum

Ketua Umum

 

 

Narasumber:

Kepala BPKonstruksi PU

 

 

 

Ir. Hedyanto W Husaini, MSCE, M.Si

 

Narasumber:

Direktur Monitoring dan Evaluasi LKPP

 

 

 

 

Ir. Riad Horem, Dipl. HE

RESUME DISKUSI INTERAKTIF, MEDAN 27-09-2013

 

Page 7