Sunday, September 29, 2013

Dialok Interaktif

Kebekuan Masyarakat Jasa Konstruksi dan KPA Mulai Mencair

reporter: widya/konstruksisumut.com

 

Medan - KEBEKUAN komunikasi antarmasyarakat jasa konstruksi di Sumatera Utara (Sumut), mulai mencair. Ini berkat diskusi interaktif yang digelar Gapensi, Gapeksindo dan Aspekindo Sumut di Hotel Swiss-bell Medan, Jum'at (27/9). Sebab dalam diskusi itu, disepakati pentingnya keeratan hubungan antar pengguna dengan penyedia jasa konstruksi guna terwujudnya pasar konstruksi yang kondusif.

 

Pengamatan wartawan, hampir seluruh narasumber dan peserta diskusi yang dimoderatori Pemimpin Umum konstruksisumut.com Ir Saut Berman Pardede itu,menginginkan adanya harmonisasi hubungan pengguna dan penyedia jasa konstruksi di Sumut.

 

Kepala Badan Pembinaan Jasa Konstruksi (Bapekon) Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Ir Hedyanto W Husaini MSCE M.Si yang tampil sebagai nara sumber misalnya, bahkan berjanji akan melakukan diskusi interaktif secara rutin dengan masyarakat jasa konstruksi di Sumut. Tujuannya, untuk mempererat hubungan antara pengguna dengan penyedia jasa konstruksi di Sumut itu sendiri.

 

"Kita tidak berhenti di sini. Ada pertemuan periodik yang mereka buat yang akan saya hadiri. Ini kan masih masalah kesepakatan umum, supaya mencairkan hubungan yang mungkin kurang kuat. Untuk memperbaiki hubungan kan tidak sekali pertemuan saja, tapi rutin," kata Hedyanto.

 

Hedyanto menuturkan, pihaknya akan meminta LPJKP Sumut dan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN)-I melakukan pertemuan rutin yang akan dihadiri Bapekon. Pertemuan tersebut akan membahas dan mempertegas peraturan-peraturan yang akan berlaku ke depan, agar semua peraturan tersebut terinformasi secara lengkap.

 

"Kalau persepsi tentang peraturan berbeda, nanti dalam pelaksanaan jadi berargumentasi. Kalau di dalam saja argumentasinya tidak apa-apa. Tapi kalau sampai keluar dan lawan-lawan kita yang ingin merusak LPJK sampai tahu, kan nggak menyelesaikan persoalan. Jadi dalam keluarga, kalau ibu sama bapaknya sudah berkelahi, anak-anak yang bingung. Di kita juga begitu, harus diperkuat hubungan orangtua jasa konstruksi Sumut supaya nanti anggotanya baik dan mereka juga memikirkan kita. Peranan kita makin lama makin naik," ujarnya.

 

Dikatakan Hedyanto, setiap masalah yang terjadi antara pengguna dan penyedia jasa konstruksi di Sumut, nantinya akan dikomunikasikan dalam diskusi tersebut. "Nanti kasus per kasus dibahas. Misalnya masalah konsultan bulan ini, bulan depannya masalah lain lagi. Tinggal dikomunikasikan aja. Saya siap tiap tiga bulan ke sini," ungkapnya.

 

Menurut Hedyanto, seluruh stakeholder jasa konstruksi di Sumut harus bekerja sama untuk mempererat hubungan. Sehingga masyarakat jasa konstruksi Sumut bisa memenangkan persaingan di rumah sendiri. Terlebih menghadapi AFTA 2015 yang sudah di depan mata.

 

"Kita harus sama-sama bekerjasama. Tidak bisa dipisahkan. Kalau pisah tidak akan bisa bekerja. Saya tidak ingin ini terjadi. Saya gagal kalau nggak bisa mempersatukan ini. Ini tanggungjawab saya. Saya berhasil kalau teman-teman mau kerjasama. Waktu kita tinggal dua tahun untuk menyelesaikan ini. Bagaimana caranya agar kontraktor lokal diberdayakan, tapi harus yang punya kompetensi, kerjanya bagus, sehingga bisa kita besarkan," bebernya.

 

Pada intinya, Hedyanto mengatakan, penyedia dan pengguna jasa konstruksi adalah satu keluarga besar yang berlayar dalam satu kapal besar, sehingga harus bersatu agar mencapai tujuan bersama.

 

Blacklist karena KPA Tak Paham

Narasumber lain, yakni Direktur Monitoring dan Evaluasi LKPP Riad Horem dalam kesempatan itu mengatakan, peraturan-peraturan di sektor jasa konstruksi yang ada sejatinya hanya menggiring kita mencapai visi. Dan semuanya sudah diatur dengan peraturan tersebut, termasuk soal tenaga kerja.

 

Namun harus ada pengawasan oleh LPJK dan peran asosiasi harus diperkuat. "Kita takkan mungkin bekerja sendiri. Kita adalah team work. Jadi tak perlu ribut. Kebersamaan akan memberikan hasil yang baik," ujarnya.

 

Riad menuturkan, selama ini kita hanyut membenarkan yang biasa, bukan membiasakan yang benar. Dan hal itu harus diubah menjadi membiasakan yang benar. Dia mencontohkan 40 persen dari 60 ribu rekanan dalam proses lelang di Indonesia sudah di-blacklist oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Ironisnya, blacklist itu dilakukan justru karena KPA sendiri yang tidak memahami aturan. "Blacklist itu racun. Pemutusan kontrak itu paling akhir," ungkapnya.

 

Riad menjelaskan, 40 persen yang di-blacklist tersebut itu hampir di ujung-ujungnya bermasalah sehingga akhirnya di-blacklist. Permasalahan di penghujung tahun anggaran itu karena paket-paket tersebut lelangnya terlambat dan lapangan tidak disurvei dengan baik.

 

"Jadi yang namanya kontrak itu sering di ujung-ujung tahun anggaran. Kalau sudah habis waktunya, tak tahu mau dibuat apa. Akhirnya putus kontrak. Padahal ada resepnya agar tak putus kontrak. Misalnya, ada perpanjangan waktu 50 hari. Putus kontrak itu harus dilihat dulu sebabnya. Ini nggak. Semua dilibas pakai blacklist," ujarnya.

 

Dikatakan Riad, pelaksana dengan KPA tidak bekerjasama dalam menerapkan prinsip-prinsip pelaksanaan pekerjaan dengan efektif dan efisien. Sehingga jadwal waktu banyak yang molor dan tidak mengerti tindakan apa yang akan dilakukan sehingga terjadi pemutusan kontrak. Dan dampak pemutusan kontrak itu akan merugikan kontraktor karena blacklist berlaku selama dua tahun, sehingga selama itu pula kontraktor tidak akan mendapatkan pekerjaan. Padahal belum tentu itu kesalahan kontrantor.

 

Ironisnya, menurut Riad Horem, hal itu terjadi disebabkan KPA tidak benar-benar paham peraturan. "Terutama di sini adanya pemahaman yang bias atau keliru atau tidak paham dalam menerapkan prinsip-prinsip pelaksanaan kontrak dengan baik, terutama di ujung tahun anggaran," sebutnya. Oleh sebab itu, ujar Riad, harus dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proyek di akhir pelaksanaan kontrak oleh asosiasi dan LPJK.

 

Pertemuan Pertama

Pemimpin Umum konstruksisumut.com, Saut Pardede selaku moderator pada acara tersebut mengatakan, diskusi interaktir tersebut merupakan pertemuan pertama di Sumut yang mempertemukan Bapekon dan LKPP dengan masyarakat jasa konstruksi. Dikatakan Saut, pihaknya sering berdiskusi dengan pihak Pemprovsu, LPJK dan Balai Jalan mengenai kondisi pasar konstruksi Sumut.

 

Menurut Saut, masih ada satu kekakuan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa konstruksi di Sumut. Sebab itu, menurut Saut, momentum diskusi seperti ini harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk menciptakan satu pemahaaman yang sama,sehingga tindakan impelementasinya bisa sama antara penguna dengan penyedia jasa.

 

Saut mengatakan, penekanan UU Jasa Konstruksi adalah kesetaraan. "Di sinilah yang sering mengalami kekakuan itu, karena ada masalah. Asosiasi tidak menempatkan diri, tidak menjunjung atitude, kompetensi dan sebagainya sehingga ada satu ketimpangan. Di satu sisi, pembina kita menempatkan kita sebagai pihak yang harus menerima sesuatu yang sudah ditetapkan. Padahal kesetaraan itu harus ada kesepakatan bersama. Ini yang tidak pernah terbuka, terutama dalam kondisi sekarang ini yang rawan pemeriksaan-pemeriksaan dan pasar kita sangat empuk," beber Saut yang juga Ketua DPD ASTTI Sumut tersebut.

 

Karena itu, ujar Saut, Bapekon dan LKPP diharapkan bisa memberi penjelasan mengenai hal tersebut. Saut juga mengatakan, asosiasi merupakan hal pokok karena peran asosiasi sebagai bamper dalam permasalahan anggota juga sebagai pengambil kebijakan. Sebab informasi-informasi mengenai konstruksi, terutama untuk pengusaha kecil sangat jauh jaraknya untuk dicapai.

 

"Kita lihat belakangan ini, terutama dalam Perlem (peraturan lembaga) yang akan dan sudah berjalan, nampaknya mengurangi peran asosiasi. Padahal dalam kondisi apapun, termasuk politik, kita butuh bamper. Itu  penting dipelihara sehingga kita dapat pemecahan masalah yang kita hadapi," tandas Saut.

 

 

Diskusi berdurasi tiga jam itu, berlangsung berkat dukungan konstruksisumut.com, Astti, Asosiasi Tenaga Ahli Terampil Indonesia (Asttatindo), Gamana Krida Bhakti, Divisi AMP Asosiasi Sumut, Koperasi Gapensi Sumut, Koperasi Gapeksindo dan Koperasi Aspekindo Sumut. Diskusi itu sendiri digelar untuk menyamakan persepsi antara pengguna dan penyedia jasa konstruksi dalam mengimplementasikan peraturan perundang-undangan dalam proses pengadaan jasa konstruksi di Sumut.

 

Diskusi interaktif tersebut digelar dengan peserta yang terbatas. Bahkan hanya dihadiri sekitar 30-an masyarakat jasa konstruksi. Di antaranya Ketua LPJKP Sumut Ir Murniati Pasaribu, Ketua Umum BPD Gapensi Sumut Makmur Azis dan Wakil Ketua TM Pardede serta Wakil Sekretaris Agus Suranto, Ketua Gapeksindo Erik Tobing, Ketua Aspekindo Yuzelfi, SH serta Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN)-I Wijaya Seta, wakil dari BWSS-II Indra Kurnia.