Tuesday, August 16, 2011

Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah

4. PENUTUP

Sektor Jasa konstruksi adalah sektor yang memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan infrastruktur Indonesia. Keberadaan sektor ini terus berkembang seiring perkembangan Indonesia dan akan prospektif perkembanganya dimasa yang akan datang dan seiring dengan perkembangan sektor jasa konstruksi, perkembangan badan usaha di sektor ini juga sangat pesat yang secara umum badan usaha yang bergerak di jasa konstruksi ini terdiri dari dua kelompok besar yakni perusahaan konsultan dan perusahaan kontraktor yang terbagi dalam kualifikasi kecil, menengah dan besar.

Secara fisik kemajuan pembangunan Indonesia dapat dilihat dan dirasakan secara langsung melalui sektor konstruksi, misalnya keberadaan bangunan gedung-gedung yang tinggi, jembatan, jalan tol, pelabuhan dan sarana telekomunikasi adalah hal-hal aktual yang menandakan denyut ekonomi Indonesia sedang berlangsung.
Potensi usaha jasa konstruksi nasional, secara langsung akan sangat berperan dalam pembangunan perekonomian dan akan memberikan peluang yang besar bagi penyerapan tenaga kerja yang memiliki keahlian dibidang jasa konstruksi, tersedianya lapangan pekerjaan, menciptakan pendapatan bagi tenaga kerja dan mengurangi tingkat pengangguran.
Secara prospektif keberadaan jasa konstruksi baik skala kecil, menengah, maupun skala besar mempunyai nilai strategik bagi Indonesia, mengingat proporsi perannya cukup besar dan menyangkut banyaknya tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan pelaksanaan kegiatan pembangunan. Dalam konteks ini jelas bahwa usaha jasa konstruksi kedepan sangat prospektif pertumbuhannya, dan secara langsung akan memberi dampak positif terhadap perkembangan perekonomian.
Mencermati peranan jasa konstruksi dan peluang pasar konstruksi yang begitu besar dengan berbagai kompleksitas persoalan dalam dunia jasa konstruksi menuntut keteraturan hukum dalam pelaksanaanya, oleh karena itu, secara regulasi dan kebijakan terkait jasa konstruksi, Pemerintah dan Lembaga secara pro aktif terus melakukan perbaikan melalui penajaman pengaturan pelaksanaanya, guna menumbuhkan perkembangan yang kondusif dalam industri jasa konstruksi dan sekaligus dapat mereduksi nilai-nilai negatif dalam pelaksanaan penyelenggaraan jasa konstruksi. Berbagai pengaturan tersebut diharapkan membawa implikasi perubahan peran penyelenggaraan kegiatan jasa kontruksi yang lebih baik dan secara utuh dapat memberdayakan masyarakat jasa kontruksi.
Bukan merupakan pekerjaan yang sederhana dan mudah untuk mewujudkan keberhasilan peningkatan peran masyarakat jasa konstruksi, meningkatkan prospek pertumbuhan jasa konstruksi dan lebih khusus lagi mewujudkan tujuan Lembaga sebagaimana disebutkan diatas. Diperlukan kesatuan sudut pandang pembinaan dan pengembangan usaha jasa konstruksi yang sama dari seluruh stakeholders yang terkait dengan jasa konstruksi.

REFERENSI:

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, beserta peraturan turunannya.
  2. Prosiding Seminar Nasional Gapeksindo, "Peran Jasa Konstruksi dalam Ruang Republik" pada tanggal 12 Oktober 2010, di Grand Melia Hotel, Jakarta.
  3. Data STI-LPJKN.
  4. Data BPS Indonesia.

Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah

3. PROSPEK PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI

3.1. Kondisi Jasa Konstruksi Nasional

Jasa Konstruksi merupakan bidang usaha yang banyak diminati oleh anggota masyarakat di berbagai tingkatan dan latar belakang sosial sebagaimana terlihat dari makin besarnya jumlah badan usaha (BU) yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi pada tahun 2008 tercatat pada data STI-LPJK, 116.000 BU yang terdiri dari golongan kecil 104.525 BU, menengah 10.710 BU, dan besar 765 BU dan pada tahun 2011 tumbuh menjadi 170.170 BU terdiri dari golongan kecil 151.400 BU, menengah 17.600 BU, dan besar 1.170 BU. Peningkatan jumlah perusahaan ini ternyata belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya, yang tercermin pada kenyataan bahwa mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal, dan teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi belum sebagaimana yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh karena persyaratan usaha serta persyaratan keahlian dan keterampilan belum diarahkan untuk mewujudkan keandalan usaha yang profesional. Dengan tingkat kualifikasi dan kinerja tersebut, pada umumnya pangsa pasar pekerjaan konstruksi yang berteknologi tinggi belum sepenuhnya dapat dikuasai oleh usaha jasa konstruksi nasional. Kesadaran hukum dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi perlu ditingkatkan, termasuk kepatuhan para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan, agar dapat mewujudkan bangunan yang berkualitas dan mampu berfungsi sebagaimana yang direncanakan. Di sisi lain, kesadaran masyarakat akan manfaat dan arti penting jasa konstruksi masih perlu ditumbuhkembangkan agar mampu mendukung terwujudnya ketertiban dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi secara optimal. Kondisi jasa konstruksi nasional sebagaimana tercermin dalam uraian tersebut di atas disebabkan oleh beberapa faktor:

  • pada umumnya jasa konstruksi nasional masih mempunyai kelemahan dalam manajemen, penguasaan teknologi, dan permodalan, serta keterbatasan tenaga ahli dan tenaga terampil;
  • struktur usaha jasa konstruksi nasional belum tertata secara utuh dan kokoh yang tercermin dalam kenyataan belum terwujudnya kemitraan yang sinergis antar penyedia jasa dalam berbagai klasifikasi dan/atau kualifikasi;
  • kekurangsetaraan hubungan kerja antara pengguna jasa dan penyedia jasa;
  • belum mantapnya dukungan berbagai sektor secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi kinerja dan keandalan jasa konstruksi nasional, antara lain akses kepada permodalan, pengembangan profesi keahlian dan profesi keterampilan, ketersediaan bahan dan komponen bangunan yang standard;
  • belum tertatanya pembinaan jasa konstruksi secara nasional, masih bersifat parsial dan sektoral.

Dengan segala keterbatasan dan kelemahan yang dimilikinya, dalam dasa warsa terakhir, Jasa Konstruksi Nasional telah menjadi salah satu potensi Pembangunan Nasional dalam mendukung perluasan lapangan usaha dan kesempatan kerja serta peningkatan penerimaan negara. Dengan demikian potensi jasa konstruksi nasional ini perlu ditumbuhkembangkan agar lebih mampu berperan dalam pembangunan nasional.

3.2. Prospek Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional.

Sejalan dengan meningkatnya tuntutan masyarakat akan perluasan cakupan, kualitas hasil maupun tertib pembangunan, telah membawa konsekuensi meningkatnya kompleksitas pekerjaan konstruksi, tuntutan efisiensi tertib penyelenggaraan, dan kualitas hasil pekerjaan konstruksi. Selain itu, tata ekonomi dunia telah mengamanatkan hubungan kerjasama ekonomi internasional yang semakin terbuka dan memberikan peluang yang semakin luas bagi jasa konstruksi nasional. Kedua fenomena tersebut merupakan tantangan bagi jasa konstruksi nasional untuk berkembang dengan meningkatkan kinerjanya agar mampu bersaing secara profesional dan mampu menghadapi dinamika perkembangan pasar dalam dan luar negeri.

Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional memerlukan iklim usaha yang kondusif, yakni terbentuknya kepranataan dan dukungan pengembangan usaha, yang meliputi:

  • persyaratan usaha yang mengatur klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi;
  • standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian dan keterampilan yang mengatur bidang dan tingkat kemampuan orang perseorangan yang bekeria pada perusahaan jasa konstruksi ataupun yang melakukan usaha orang perseorangan;
  • tanggung jawab profesional yakni penegasan atas tanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya;
  • terwujudnya perlindungan bagi pekerja konstruksi yang meliputi: kesehatan dan keselamatan kerja, serta jaminan sosial;
  • terselenggaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang dilandasi oleh persaingan yang sehat;
  • pemenuhan kontrak kerja konstruksi yang dilandasi prinsip kesetaraan kedudukan antar pihak dalam, hak dan kewajiban dalam suasana hubungan kerja yang bersifat terbuka, timbal balik, dan sinergis yang memungkinkan para pihak untuk mendudukkan diri pada fungsi masing-masing secara konsisten;
  • tersedianya permodalan termasuk pertanggungan yang sesuai dengan karakteristik usaha jasa konstruksi;
  • terpenuhinya ketentuan tentang jaminan mutu;
  • berfungsinya asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi dalam memenuhi kepentingan anggotanya termasuk memperjuangkan ketentuan imbal jasa yang adil;
  • berkembangnya partisipasi masyarakat, yakni: timbulnya kesadaran masyarakat akan mendorong terwujudnya tertib jasa konstruksi serta mampu untuk mengaktualisasikan hak dan kewajibannya;
  • terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Masyarakat Jasa Konstruksi bagi para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi agar mampu memenuhi berbagai ketentuan yang dipersyaratkan ataupun kewajiban-kewajiban yang diperjanjikan;
  • perlunya Masyarakat Jasa Konstruksi dengan unsur asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi memperkuat Lembaga untuk pengembangan jasa konstruksi.

Untuk mengembangkan jasa konstruksi sebagaimana telah diuraikan di atas memerlukan pengaturan jasa konstruksi yang terencana, terarah, terpadu, dan menyeluruh dalam bentuk peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum.

3.3. Peran LPJK dalam Pengembangan Jasa Konstruksi.

Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, maka semua penyelenggaraan jasa konstruksi yang dilakukan di Indonesia oleh pengguna jasa dan penyedia jasa, baik nasional maupun asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalamnya, LPJK sebagai penyelenggara peran masyarakat jasa konstruksi yang memiliki kepentingan dan kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi, dan sebagai wadah komunikasi, koordinasi dan konsultasi antar masyarakat jasa konstruksi, antar pelaku jasa konstruksi, Pemerintah dan pengguna jasa, antar pelaku jasa konstruksi Indonesia dan pelaku jasa konstruksi asing serta segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah jasa konstruksi dalam pengertian luas yang mencakup seluruh kegiatan jasa konstruksi di dalam maupun di luar negeri, bahkan Lembaga sebagai mitra kerja Pemerintah dalam rangka mengembangkan serta meningkatkan peran jasa konstruksi nasional untuk memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi di dalam negeri dengan melaksanakan tugas pokok:

  1. melakukan dan mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi;
  2. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi;
  3. melakukan registrasi tenaga kerja konstruksi yang meliputi klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja;
  4. melakukan registrasi badan usaha jasa konstruksi; dan
  5. mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 10/PRT/M/2010 tentang Tata Cara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, serta Mekanisme Kerja LPJK, ditetapkan bahwa Lembaga Tingkat Provinsi menjalankan fungsi:

  1. menyusun dan melaksanakan program kerja Lembaga Tingkat Provinsi berdasarkan pedoman pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan oleh Lembaga Tingkat Nasional.
  2. melaksanakan registrasi untuk badan usaha kualifikasi menengah dan kecil serta tenaga ahli madya, muda dan terampil diwilayahnya.
  3. mengawasi pelaksanaan proses sertifikasi pada Unit Sertifikasi Badan Usaha dan tenaga kerja yang telah memperoleh lisensi di wilayahnya.
  4. menyelenggarakan sistem informasi manajemen jasa konstruksi dan memberikan pelayanan informasi ke pengguna jasa, penyedia jasa serta masyarakat diwilayahnya.
  5. mengupayakan kerjasama dengan Perguruan Tinggi serta Institusi Penelitian dan Pengembangan di wilayahnya untuk menyelenggarakan program penelitian dan pengembangan jasa konstruksi.
  6. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi serta mendorong pelaksanaanya pada institusi pendidikan dan pelatihan lainnya di wilayahnya.
  7. mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, konsiliasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi di wilayahnya.
  8. melaporkan kinerja Unit Sertifikasi di wilayahnya kepada Lembaga Tingkat Nasional secara berkala.
  9. melaksanakan pembinaan kepada unit sertifikasi provinsi yang belum memiliki lisensi dari Lembaga Tingkat Nasional.
  10. menyusun laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program kerja tahunan dan hasil kegiatan Lembaga Tingkat Provinsi kepada Gubernur dan tembusan kepada Menteri dan Lembaga Tingkat Nasional.
  11. memberikan saran dan pendapat kepada Gubernur tentang pengembangan jasa konstruksi.

Oleh karenanya LPJK memiliki peran strategis sebagai wadah organisasi penyelenggara peran masyarakat jasa konstruksi yang mengemban amanat pengembangan jasa konstruksi nasional perlu perkuatan dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi dan wewenangnya sehingga mampu mencapai tujuan pengaturan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas, tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang−undangan yang berlaku, peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.

Kedepan Pemerintah dan LPJK perlu membuat aturan/norma/pedoman untuk meningkatkan profesionalisme serta akuntabilitas badan usaha jasa konstruksi, menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif sehingga memberikan arah tranformasi bisnis konstruksi nasional kearah yang jauh lebih baik.

Dalam menghadapi makin ketatnya persaingan penyedia jasa konstruksi, sudah seharusnya potensi semua stakeholder dunia usaha jasa konstruksi di fokuskan pada peningkatan daya saing dan sumber daya manusia (SDM).

Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan wewenang Lembaga, keberadaan sekretariat untuk memberikan dukungan administrasi, teknis dan keahlian sangat dibutuhkan termasuk dukungan pendanaan dari pemerintah agar dapat melakukan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi.


Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah

2. GAMBARAN UMUM JASA KONSTRUKSI NASIONAL

2.1. Peran Jasa Konstruksi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Jasa konstruksi adalah merupakan jasa yang menghasilkan sarana dan prasarana fisik yang meliputi kegiatan studi, penyusunan rencana teknis/rancang bangun, pelaksanaan dan pengawasan serta pemeliharaan.

Secara makro, kita harus membangun infrastruktur di seluruh tanah air, apakah infrastruktur transportasi, infrastruktur energi, dan berbagai infrastruktur lainnya, termasuk pertanian, yang semuanya itu memerlukan kerja keras, visi, strategi dan pengawasan yang juga kuat. Pembangunan infrastruktur merupakan kegiatan yang bersifat multisektoral dan memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada tahun-tahun mendatang kebutuhan pembangunan infrastruktur di Indonesia akan cenderung terus meningkat sesuai dengan dinamika laju pembangunan disegala bidang serta tuntutan masyarakat akan layanan publik yang lebih baik.

Dalam tataran ini, Pemerintah telah berkomitmen untuk menempatkan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas pembangunan Nasional. Penetapan prioritas pembangunan pada sektor ini dipandang sebagai langkah yang paling efektif karena pembangunan infrastruktur akan berdampak pada peningkatan aktifitas ekonomi di sektor riil.

Data BPS menunjukkan bahwa laju rata-rata pertumbuhan industri konstruksi di Indonesia pada periode 1970an sampai dengan 2000an mencapai 7,70%, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu sebesar 5,47%. Sektor ini telah memberikan kontribusi positif dalam menjaga angka pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2008, sektor jasa konstruksi memberikan kontribusi cukup signifikan sebesar 8,50% terhadap GDP Nasional dan semakin meningkat sehingga mencapai 10,10% pada semester I tahun 2010 (Data Stategis BPS, 2010). Dalam hal penciptaan lapangan kerja, jasa konstruksi selama kurun waktu 10 tahun terakhir (2000-2010) mampu menyerap tenaga kerja sekitar 3,9 – 5,3% dari total tenaga kerja Indonesia.

Dampak positif usaha jasa konstruksi terhadap pembangunan perekonomian Nasional dapat dilihat dari Nilai kapitalisasi sektor konstruksi pada tahun 2009 sudah mencapai 170 Triliun Rupiah dan dengan berbagai asumsi akan terus berkembang pesat dalam waktu 5 tahun hingga mencapai kurang lebih 1.200 Triliun Rupiah.

Dilingkungan Kementerian Pekerjaan Umum, pada tahun 2009 dengan anggaran 35 Triliun Rupiah telah menyerap paling tidak 1,2 juta orang tenaga konstruksi. Sehingga, dengan 170 Triliun Rupiah tersebut tentunya akan dibutuhkan 5,8 juta tenaga kerja konstruksi. Maka dalam kurun waktu 5 tahun ketika nilai kapitalisasi tersebut mencapai 1.200 Triliun Rupiah akan membutuhkan tenaga kerja yang sangat banyak. Ini menunjukan bahwa pasar konstruksi kedepan sangat besar dan dapat memberikan multiplier effect kepada semua aspek pembangunan secara signifikan. Disisi lain, kondisi tersebut secara langsung juga sangat membutuhkan peran masyarakat dan usaha jasa konstruksi yang memiliki struktur usaha yang kokoh, handal serta memiliki daya saing yang tinggi.

Peranan jasa konstruksi terhadap ekonomi negara dapat dilihat dari karateristik industri ini yaitu dari sisi kapasitas industri konstruksi sebagai industri barang modal dan hubungannya dengan sektor ekonomi lain. Hal ini juga tergambar pada segi potensi lapangan kerja, kebutuhan material dan dampaknya, peraturan publik yang mendukung ekonomi dan termasuk dampak perluasan industri konstruksi terhadap ekonomi.

Sebagai bagian dari industri konstruksi nasional, pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional dan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Berbagai laporan badan dunia seperti World Bank, menekankan pentingnya peran infrastruktur dalam pembangunan negara, dan bagaimana negara-negara di dunia melakukan investasi di sektor infrastruktur. Hal ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat dipisahkan dari ketersediaan berbagai pembangunan infrastruktur yang meliputi transportasi, telekomunikasi, dan energi. Oleh karena itu, percepatan pembangunan infrastruktur menjadi isu penting bagi hampir semua negara termasuk Indonesia, yang telah menyususn Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Nasional (MP3EI) Tahun 2011 – 2015 yang diletakkan pada pengembangan 8 program utama yang meliputi 22 aktifitas ekonomi dalam 6 koridor ekonomi.

2.2. Tantangan dan Hambatan Jasa Konstruksi

Mencermati perkembangan masyarakat yang semakin modern dan perkembangan teknologi yang semakin pesat maka pekerjaan konstruksi menjadi semakin kompleks baik dari segi fisik, biaya maupun pengelolaan sumber daya. Permasalahan mengenai pembengkakan biaya konstruksi, keterlambatan waktu penyelesaian, kurangnya budaya mutu serta masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih menjadi kendala dalam pelaksanaan konstruksi di Indonesia dalam upaya mendorong sektor konstruksi yang lebih efisien, efektif dan bernilai tinggi. Di negara berkembang seperti Indonesia hal ini umumnya disebabkan oleh kekurang efisienan pengelolaan proyek yang tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan terjadi kesalahan, keterlambatan dan pembengkakan biaya proyek. Permasalahan ketidak efisienan pada badan usaha jasa konstruksi di Indonesia meliputi keterlambatan jadwal, perbaikan pada pekerjaan finishing, kerusakan material di lokasi, menunggu perbaikan peralatan dan alat yang belum datang, sehingga berdampak terhadap pembengkakan biaya. Selain itu, ada beberapa hal yang menghambat pertumbuhan sektor jasa konstruksi seperti rantai birokrasi yang panjang, sistem logistik nasional atau interkoneksi yang belum memadai sehingga mengakibatkan pembiayaan yang cukup tinggi pada sektor industri konstruksi di Indonesia. Dilain pihak, kondisi K3 di Indonesia dianggap tidak menunjukkan hal yang memuaskan seperti yang tergambar dalam penelitian ILO (International Labor Organization) pada tahun 2009 dimana Indonesia menempati urutan ke 152 dari 153 negara mengenai angka kecelakaan kerja. Hal ini menunjukkan masih terdapatnya kendala masalah kecelakaan kerja termasuk di sektor industri konstruksi di negara ini.

Dengan berbagai permasalahan dan kondisi jasa konstruksi seperti yang tergambar diatas, maka dibutuhkan kemampuan pelaksana konstruksi (kontraktor) untuk dapat meningkatkan efektifitas dan inovasi dalam pengelolaan proyek konstruksinya karena dengan meningkatnya tingkat kompleksitas proyek konstruksi maka dibutuhkan juga peningkatan sistem pengelolaan proyek yang baik dan terintegrasi. Dengan demikian maka kontraktor dituntut untuk mencari metode, konsep, dan program untuk mengelola proyek agar mampu mencapai tujuannya dengan waktu, biaya dan kualitas yang sebaik mungkin yang ketiganya memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi dan saling mempengaruhi.

Selama kurun waktu lebih dari sepuluh tahun sejak diberlakukannya UU Nomor: 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, tidak bisa dipungkiri telah menimbulkan berbagai fenomena terhadap kondisi Jasa Konstruksi di Indonesia yang secara umum meliputi:

  • Belum optimal terwujudnya mutu konstruksi, ketepatan waktu pelaksanaan, efisiensi pemanfaatan sumber daya dan peningkatan daya saing;
  • Masih rendahnya tingkat kepatuhan Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • Belum terwujudnya kesejajaran kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam hak dan kewajiban secara adil dan serasi;
  • Belum terwujudnya secara optimal kemitraan yang sinergis antar badan usaha jasa konstruksi, dan antar badan usaha jasa konstruksi dengan masyarakat.

Gambaran diatas menunjukan adanya masalah penting yang ada pada Jasa Konstruksi Nasional yang perlu perbaikan melalui penajaman pengaturan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, sehingga tidak mengganggu tingkat kesehatan usaha dan secara otomatis dapat menjamin keberlangsungan usaha. Semua hambatan dan tantangan tersebut perlu diatasi dengan penciptaan inovasi agar pelaksanaan konstruksi semakin efisien yang tentunya akan meningkatkan daya saing sektor jasa konstruksi di pasar nasional maupun internasional.

2.3. Peluang Jasa Konstruksi Indonesia

Pada RJPM 2010-2014, pemerintah telah mentargetkan ekonomi Indonesia bertumbuh dengan kisaran antara 6-8 persen pertahun. Tentu saja rencana pertumbuhan ekonomi tersebut harus dibarengi dengan peningkatkan kebutuhan infrastruktur. Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 2010-2014, kesiapan masyarakat jasa konstruksi sangat penting didalam memenuhi pekerjaan konstruksi domestik untuk pembangunan infrastruktur.

Jasa konstruksi nasional diharapkan dapat semakin mampu mengembangkan perannya dalam pembangunan nasional melalui peningkatan keandalan yang didukung oleh struktur usaha yang kokoh dan mampu mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. Bahwa selama ini lebih dari 170 ribu kontraktor di Indonesia hampir semuanya memperebutkan pasar yang disediakan pemerintah yang hanya 40 % dari pasar jasa konstruksi dan sangat sedikit yang masuk ke pasar swasta.

Tatanan ekonomi dunia telah mengamanatkan hubungan kerjasama ekonomi internasional yang semakin terbuka dan memberikan peluang yang semakin luas bagi jasa konstruksi nasional. Di lain pihak, terdapat tantangan pasar bebas dan pengetatan sertifikat, dan pengaturan ulang kualifikasi tender serta penggunaan eletronik procurement (e-proc) akan semakin menyulitkan badan usaha jasa konstruksi golongan kecil untuk bergerak. Akibatnya, pasar jasa konstruksi untuk badan usaha jasa konstruksi skala kecil dan menengah, berpotensi akan semakin menyempit.

Dalam rangka World Trade Organization (WTO), dari sisi pemerintah telah meratifikasi Government Procurement Agreement (GPA), yang salah satunya adanya threshold nilai pengadaan yang harus terbuka untuk lelang internasional untuk goods dan civil works (Konstruksi). Dengan meratifikasi GPA banyak manfaat positif yang diperoleh, dari pengalaman negara-negara yang telah meratifikasi GPA telah terjadi peningkatan efisiensi dan daya saing dunia usahanya. Dengan diberlakukannya ketentuan-ketentuan dalam GPA akan menciptakan sistem pengawasan dan kontrol yang akan menyeleksi badan usaha, yang tidak kompetitif akan tersingkir.

Dengan keikutsertaannya didalam WTO, Indonesia seyogyanya sudah bersiap untuk pasar terbuka jasa konstruksi. Akan tetapi persaingan jasa konstruksi antara badan usaha jasa konstruksi Nasional dan asing di Indonesia belum berimbang. Tercatat sebanyak 86 badan usaha asing sudah memasuki pasar konstruksi di Indonesia. Sementara jumlah badan usaha Indonesia yang menggarap proyek di luar negeri hanya berkisar kurang dari 10 badan usaha.

Fenomena tersebut merupakan peluang sekaligus tantangan bagi jasa konstruksi nasional untuk meningkatkan kinerjanya agar lebih kompetitif, professional dan mampu menghadapi dinamika perkembangan pasar dalam dan luar negeri. Karena itu, badan usaha jasa konstruksi Nasional harus lebih meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM), khususnya agar siap bersaing seiring implementasi kesepakatan perdagangan bebas antara China dan ASEAN (China-ASEAN free trade agremeent/CAFTA).

Sehingga, salah satu agenda yang mendesak untuk menghadapi tantangan pasar bebas bagi Pemerintah dan Lembaga adalah harus segera mewujudkan persaingan sehat dengan melalui proses pengadaan yang transparan, akuntabel, adil, professional dan tidak diskriminatif, yang dilandasi semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance dan cita-cita untuk mewujudkan tata kelola manajemen yang baik (good governance), maka diharapkan para pelaku dan stakeholder jasa konstruksi dapat terus mengupayakan agar sektor konstruksi di Indonesia ini semakin kuat, kokoh dan professional.


Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah

PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI DERAH
(PERAN DAN TANTANGAN LPJKD)

1. PENDAHULUAN

Jasa Konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan Pembangunan Nasional Indonesia dan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya pembangunan bangsa.

Infrastruktur yang menjadi produk jasa konstruksi mengambil peran yang signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Peran penting jasa konstruksi adalah posisinya yang sangat strategis dan di berbagai negara telah menempatkan jasa konstruksi sebagai salah satu penggerak pembangunan bangsa.

Sektor Konstruksi selama ini terbukti menjadi salah satu sektor usaha yang mampu memberikan sumbangan cukup signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagai salah satu barometer pertumbuhan ekonomi nasional, sektor konstruksi memegang peran penting dalam pembangunan nasional dan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi pertumbuhan sektor sosial dan ekonomi lainnya. Sektor Konstruksi mempunyai peranan strategis dalam pembangunan sosio-ekonomi suatu negara dimana untuk Indonesia, sektor konstruksi memiliki konstribusi pada perekonomian negara yang mencapai sebesar 10,10% pada semester I tahun 2010 (Data Strategis BPS, 2010). Sektor konstruksi secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan baik sektor formal maupun informal dan menciptakan peluang pekerjaan. Hal ini sejalan dengan karakteristik industri konstruksi yang menghasilkan efek ganda melalui hubungan luas (backward and forward) dengan sektor ekonomi lainnya seperti industri pengolahan dan pengunaan material, energi, keuangan, tenaga kerja dan peralatan. Dengan adanya jasa konstruksi dapat mendukung gerak roda perekonomian, industri dan berbagai kegiatan sosial di masyarakat dan pemerintah.

Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional adalah bagian dari Masyarakat Jasa Konstruksi Nasional Indonesia yang merupakan pelaku ekonomi Indonesia yang mempunyai peranan penting dan strategis serta berpartisipasi aktif dalam proses Pembangunan Nasional. Oleh karena itu, untuk meningkatkan sektor jasa konstruksi maka diperlukan peningkatan kompetensi dan kemampuan jasa konstruksi yang tercermin dalam mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, efisiensi pemanfaatan sumber daya dan penciptaan inovasi agar kompetensi, profesionalitas dan daya saing industri konstruksi Indonesia semakin meningkat sehingga mencapai tingkat keberhasilan perusahaan jasa konstruksi, yang selain dapat dilihat dari sejumlah indikator kinerja perusahaan yang terdiri dari kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba (profitabilitiy), kemampuan perusahaan untuk berkembang (growth), kemampuan perusahaan untuk merebut pasar secara berkelanjutan (sustainability), dan kemampuan perusahaan untuk bersaing dengan perusahaan lain (competitiveness), dapat pula dilihat dari keberhasilan layanan jasa yang transparan, profesional dan dapat diterima pasar (transparansi, profesionalisme dan akseptability).

Dengan demikian diharapkan Jasa Konstruksi Nasional ke depan memiliki struktur usaha yang kokoh, handal dan berdaya saing tinggi, ketersediaan tenaga kerja konstruksi yang profesional, bahan baku/material yang distandardisasi, peralatan konstruksi, sistem informasi industri jasa konstruksi yang tepat dan terbuka dan pengenalan terhadap metode-metode konstruksi yang mutakhir dan efisien sehingga mampu meraih peluang besar di pasar domestik maupun global.


Friday, July 8, 2011


Sosok Minggu, 03 Jul 2011 10:05 WIB

Ir Robertman Sirait:


Sebagai Sekretaris Umum Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah Propinsi Sumatera Utara (LPJKD-SU), Ir Robertman Sirait memaparkan harapannya ke depan tentang LPJKD, badan usaha (kontraktor), dan pengguna jasa (pemerintah), dalam berbagai sudut pandang keberhasilan dan permasalahan. Di sisi lain, penggemar olahraga sepak bola ini pun bercerita mengenai rencananya, jika pensiun dari sektor konstruksi kelak akan membaktikan pengetahuan tekniknya ke dunia kampus.

Masa baktinya di LPJKD-SU dimulai sejak 2008 dan semestinya berakhir Maret 2012. Namun karena ada perubahan kebijakan pemerintah, maka boleh jadi masa jabatan Robert -demikian sapaan kesehariannya- dipercepat, mungkin sampai akhir Desember 2011.

Menjadi Sekretaris Umum (Sekum) di lembaga tersebut, tugas dan tanggungjawab Robert secara garis besar adalah memonitor pelaksanaan tugas-tugas dewan pengurus, serta memfasilitasi hal-hal yang dibutuhkan dalam tugas dewan maupun badan pelaksana (sekretariat). Sedangkan dalam pekerjaan kesehariannya, ia sering menerima pengaduan, surat-surat komplain, baik dari kontraktor, pengguna jasa, dan masyarakat umum.

"Kita juga menjembatani supaya jangan sampai terjadi hal-hal yang kurang pas dalam proses sertifikasi dan registrasi antara asosiasi dengan badan pelaksana kita. Pengguna jasa juga sering minta klarifikasi, apakah itu tentang keabsahan sertifikat badan usaha (SBU), sertifikat keahlian (SKA), dan semua yang terkait dengannya," paparnya saat berbincang kepada MedanBisnis, di kantor LPJKD-SU, Jalan Alfalah No 22 Medan, belum lama ini.

Setelah diperiksa melalui database, sambungnya, LPJKD Sumut memang menemukan beberapa kasus pemalsuan, penduplikasian sertifikat, ataupun mereka yang menambah-nambahkan sub-bidang perusahaannya. "Kita punya sistem teknologi database yang baik. Jadi untuk mengecek validasi data suatu perusahaan bisa kita ketahui dengan akurat dan cepat," jelasnya.

Dunia kontraktor, lanjutnya, tidak sama dengan dunia dagang. Artinya, sebagai kontraktor harus memiliki ukuran kompetensi yang jelas. Sekarang hampir ada 7.000 badan usaha jasa konstruksi di Sumatera Utara. Namun lebih dari separuhnya merupakan perusahaan yang masuk kategori kurang kompeten dan qualified disebabkan alasan berbagai situasi dan kondisi.

Secara hukum, katanya, badan usaha tersebut memang sah dan diakui pemerintah. Namun di sisi lain, LPJKD menemukan faktor lain yang belum dipenuhi, misalkan alamat badan usaha yang tidak jelas keberadaannya, kondisi kantor yang tidak memadai, termasuk kompetensi badan usaha yang dinilai belum layak.

UU Belum Dijalankan
"Permasalahan lain, cukup banyak maksud dari UU jasa konstruksi yang belum dijalankan semestinya, baik oleh kontraktor maupun pengguna jasa (pemerintah). Jadi apa gunanya jika hanya LPJK yang selalu digenjot untuk meningkatkan kompetensi jasa konstruksi, sementara saat pelaksanaan pekerjaan lapangan LPJK tidak dilibatkan? Padahal pelaksanaan di lapangan itulah yang semestinya lebih diperketat pengawasannya oleh pengguna jasa (pemerintah)," urainya lagi.

Kemudian bila pada umumnya kontraktor di tanah air mendapatkan pekerjaan karena faktor "kedekatan" dan "pendekatan", belum sepenuhnya hal itu karena kesalahan kontraktor. Sebab, kata Robert, bagaimanapun mereka pasti berusaha mencari mana yang mudah.

Robert mencontohkan, dalam UU jasa konstruksi ada yang namanya penanggungjawab teknik atau orang pertama yang bertanggungjawab dalam kegiatan teknik di badan usaha yang bersangkutan. Tetapi ini tidak konsisten diadopsi pemerintah, misalnya ketika melakukan pelelangan dan penandatanganan penawaran, penanggungjawab teknik yang semestinya ikut tetapi malah tidak pernah dilibatkan. Begitupun dalam pengajuan schedule dan laporan harian, harusnya penanggungjawab teknik disertakan karena dialah yang nantinya menanggungjawabi masalah teknik badan usahanya. Belum lagi menyangkut SKA dan SKTA, mereka yang bekerja malah bukan si pemilik sertifikat sebagaimana yang telah didaftarkan.

Ketidakidealan itulah yang menurutnya menjadi salah satu sebab dunia kontraktor di tanah air kurang berkembang. Di tambah lagi, dalam kerangka pengadaan barang dan jasa di proyek pemerintah, pemerintah tidak konsisten dengan peraturan yang ada.

"Akibatnya fungsi pengawasan dan penindakan kurang berjalan di lapangan. Sayangnya LPJK tidak punya wewenang masuk ke area itu. Tetapi kalau pemerintah dan aparatnya sungguh-sungguh menjalankan tanggungjawabnya di lapangan sebagaimana diatur undang-undang, pasti kontraktor pun mematuhinya. Karena menurut saya, kontraktor paling gampang menyesuaikan diri," tegasnya seraya menyambung, tetapi bila peraturan itu seolah bisa "dilonggar-longgarkan" atau dipermudah, maka semua orang pasti akan memilih yang mudah. Ini berarti butuh pemahaman yang lebih dalam lagi bagi penyedia jasa dan pengguna jasa tentang profesi kontraktor.

Untuk itulah Robert berharap ke depannya LPJKD-SU bisa menjalankan perannya lebih efektif dan akan berhasil guna dalam meningkatkan kompetensi jasa konstruksi Sumatera Utara asalkan pengguna jasa (pemerintah) mulai dari pusat sampai ke tingkat daerah konsisten melaksanakan peraturan jasa konstruksi yang ada, terutama dalam mengawasi kepatuhan undang-undang kepada semua pihak sektor jasa konstruksi. (hermy edwison)

Kisahku



Medan Bisnis, Minggu, 03 Juli 2011.
Salut pada Tukang Bangunan.
Sosok yang di masa muda gemar olahraga sepak bola ini lahir di sebuah kampung yang berada di kawasan bukit yang tinggi di tepi Danau Toba bernama Hatinggian, Kecamatan Lumban Julu Porsea, pada hari Rabu, 8 Februari 1961. Ayahnya bernama St. Krisman Sirait (mendiang) dan Ibu Tio Minar Manurung.


Pada usia 6 tahun, anak pertama yang memiliki 3 orang adik ini pindah bersama keluarga ke kota lemang Tebing Tinggi mengikuti tugas ayahnya sebagai guru Sekolah Teknik Negeri II.
Robert lalu menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 4 Tebing Tinggi, kemudian dilanjutkan ke ST Negeri 2 Tebing Tinggi, lalu disambung ke STM Negeri 1 Medan. Alasannya memilih sekolah teknik, selain disebabkan hobi menggambar, juga di kala usia menanjak remaja itu ia salut pada profesi tukang bangunan karena bisa membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada, semisal membuat rumah.
"Mereka juga punya ciri tersendiri disamping tantangan pekerjaan yang penuh risiko. Apalagi, dalam sosio-kultur masyarakat ketika itu, pekerjaan tukang profesi yang terhormat. Kalau mereka membangun rumah, si pemilik rumah memberikan perhatian yang sangat tinggi dalam bentuk penghargaan lain yang dihormati," terang Robert.
Makanya ia sangat menyayangkan ketika di jaman modern ini nilai-nilai tersebut bergeser hanya untuk urusan uang dan pekerjaan. Dibayar lunas, selesai urusan. "Tetapi di kampung-kampung, profesi tukang tetap dihargai dan dihormati. Dalam kultur masyarakat batak misalnya, ada ritual adat yang harus dijalankan ketika tukang selesai membangun rumah. Disinilah profesi tukang menjadi sangat dihormati," paparnya lagi.
Cita-cita Robert remaja untuk memilih jalur teknik sipil semakin berpeluang bersamaan dengan diselesaikannya pendidikan Sarjana Teknik (S1) dari Universitas Darma Agung Medan pada tahun 1986 (lokal) tahun 1987 (negara).
Bahkan setahun sebelum kuliahnya rampung, tepatnya di tahun 1985, ia sudah bekerja di sebuah BUMN yang bergerak di bidang Jasa Konstruksi yaitu PT. Mega Eltra, Cabang Utama Medan. Perusahaan ini semula hanya bergerak di bidang perdagangan dan distribusi. Lalu berkembang ke bidang jasa konstruksi.
Namun hanya sekitar 12 tahun Robert bergabung di perusahaan tersebut. Pasalnya, di tahun 1997, imbas krisis moneter turut melikuidasi bidang jasa konstruksi, termasuk tempat Robert bekerja. Kemudian perusahaannya itu menjadi anak perusahaan PT. PUSRI (Persero) dan kembali pada jalur bisnis pertamanya di bidang perdagangan.
Selanjutnya Robert bekerja sebagai tenaga ahli lepas di sebuah perusahaan jasa konstruksi. Hingga di tahun di tahun 2001, bersama seorang rekannya, didirikanlah badan usaha jasa konstruksi, CV. Duta Muda Perkasa. Perusahaan ini sekarang memiliki klasifikasi grade 4.
Di awal berdirinya, untuk mendapatkan sertifikat badan usaha (SBU), maka CV Duta Muda Perkasa bergabung menjadi anggota Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo). Lantas pada tahun 2005, dalam Musyawarah daerah yang digelar asosiasi jasa konstruksi tersebut di Emerald Garden Hotel, Robert dipercayakan sebagai Sekretaris Umum.
Beberapa tahun kemudian, Robert pun dipilih menjadi Ketua Bidang Sipil di DPD Asosiasi Tenaga Teknik Ahli dan Terampil Indonesia Propinsi Sumatera Utara (Asttatindo Sumut). Kantor DPD Gapeksindo Sumut dan kantor DPD Asttatindo Sumut kini berada di alamat yang sama, yakni di kawasan Jalan Sei Mencirim Medan.
Posisi penting lainnya di sektor jasa konstruksi juga diemban Robert ketika tahun 2008 dipercayakan sebagai Sekretaris Umum LPJKD Sumut setelah ia berhasil melalui fit and proper test dan dipilih oleh unsur asosiasi perusahaan sebagai wakilnya.
Sedangkan di luar dunia konstruksi, hampir 3 tahun sudah ia menjadi dosen honor di teknik sipil Universitas Darma Agung Medan. Mengabdikan diri sebagai dosen, disamping karena ada tawaran dari pihak kampus, juga disebabkan dorongan jiwa Robert yang ingin berbagi ilmu pengetahuan kepada mahasiswa di almamaternya itu.
Begitupun dalam perjalanan panjang ke depan, terbesit rencananya ingin membaktikan diri di dunia pendidikan meski untuk merealisasikannya ia harus mengambil program S2 terlebih dahulu. "Kalau nanti pensiun dari kontraktor, mungkin akan jadi dosen," ucap suami Dra Rispadina Manalu dan ayah dari 3 orang putri serta 1 putra yang masih berusia 9 bulan itu.
Ia lalu mengakui, "di mana ada kemauan, di sana pasti ada jalan", kalimat pesan yang dimasa silam selalu diamanahkan oleh orang tuanya, telah menuntun dirinya hingga menjadi sosok yang sekarang ini. (hermy)