Friday, July 8, 2011


Sosok Minggu, 03 Jul 2011 10:05 WIB

Ir Robertman Sirait:


Sebagai Sekretaris Umum Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah Propinsi Sumatera Utara (LPJKD-SU), Ir Robertman Sirait memaparkan harapannya ke depan tentang LPJKD, badan usaha (kontraktor), dan pengguna jasa (pemerintah), dalam berbagai sudut pandang keberhasilan dan permasalahan. Di sisi lain, penggemar olahraga sepak bola ini pun bercerita mengenai rencananya, jika pensiun dari sektor konstruksi kelak akan membaktikan pengetahuan tekniknya ke dunia kampus.

Masa baktinya di LPJKD-SU dimulai sejak 2008 dan semestinya berakhir Maret 2012. Namun karena ada perubahan kebijakan pemerintah, maka boleh jadi masa jabatan Robert -demikian sapaan kesehariannya- dipercepat, mungkin sampai akhir Desember 2011.

Menjadi Sekretaris Umum (Sekum) di lembaga tersebut, tugas dan tanggungjawab Robert secara garis besar adalah memonitor pelaksanaan tugas-tugas dewan pengurus, serta memfasilitasi hal-hal yang dibutuhkan dalam tugas dewan maupun badan pelaksana (sekretariat). Sedangkan dalam pekerjaan kesehariannya, ia sering menerima pengaduan, surat-surat komplain, baik dari kontraktor, pengguna jasa, dan masyarakat umum.

"Kita juga menjembatani supaya jangan sampai terjadi hal-hal yang kurang pas dalam proses sertifikasi dan registrasi antara asosiasi dengan badan pelaksana kita. Pengguna jasa juga sering minta klarifikasi, apakah itu tentang keabsahan sertifikat badan usaha (SBU), sertifikat keahlian (SKA), dan semua yang terkait dengannya," paparnya saat berbincang kepada MedanBisnis, di kantor LPJKD-SU, Jalan Alfalah No 22 Medan, belum lama ini.

Setelah diperiksa melalui database, sambungnya, LPJKD Sumut memang menemukan beberapa kasus pemalsuan, penduplikasian sertifikat, ataupun mereka yang menambah-nambahkan sub-bidang perusahaannya. "Kita punya sistem teknologi database yang baik. Jadi untuk mengecek validasi data suatu perusahaan bisa kita ketahui dengan akurat dan cepat," jelasnya.

Dunia kontraktor, lanjutnya, tidak sama dengan dunia dagang. Artinya, sebagai kontraktor harus memiliki ukuran kompetensi yang jelas. Sekarang hampir ada 7.000 badan usaha jasa konstruksi di Sumatera Utara. Namun lebih dari separuhnya merupakan perusahaan yang masuk kategori kurang kompeten dan qualified disebabkan alasan berbagai situasi dan kondisi.

Secara hukum, katanya, badan usaha tersebut memang sah dan diakui pemerintah. Namun di sisi lain, LPJKD menemukan faktor lain yang belum dipenuhi, misalkan alamat badan usaha yang tidak jelas keberadaannya, kondisi kantor yang tidak memadai, termasuk kompetensi badan usaha yang dinilai belum layak.

UU Belum Dijalankan
"Permasalahan lain, cukup banyak maksud dari UU jasa konstruksi yang belum dijalankan semestinya, baik oleh kontraktor maupun pengguna jasa (pemerintah). Jadi apa gunanya jika hanya LPJK yang selalu digenjot untuk meningkatkan kompetensi jasa konstruksi, sementara saat pelaksanaan pekerjaan lapangan LPJK tidak dilibatkan? Padahal pelaksanaan di lapangan itulah yang semestinya lebih diperketat pengawasannya oleh pengguna jasa (pemerintah)," urainya lagi.

Kemudian bila pada umumnya kontraktor di tanah air mendapatkan pekerjaan karena faktor "kedekatan" dan "pendekatan", belum sepenuhnya hal itu karena kesalahan kontraktor. Sebab, kata Robert, bagaimanapun mereka pasti berusaha mencari mana yang mudah.

Robert mencontohkan, dalam UU jasa konstruksi ada yang namanya penanggungjawab teknik atau orang pertama yang bertanggungjawab dalam kegiatan teknik di badan usaha yang bersangkutan. Tetapi ini tidak konsisten diadopsi pemerintah, misalnya ketika melakukan pelelangan dan penandatanganan penawaran, penanggungjawab teknik yang semestinya ikut tetapi malah tidak pernah dilibatkan. Begitupun dalam pengajuan schedule dan laporan harian, harusnya penanggungjawab teknik disertakan karena dialah yang nantinya menanggungjawabi masalah teknik badan usahanya. Belum lagi menyangkut SKA dan SKTA, mereka yang bekerja malah bukan si pemilik sertifikat sebagaimana yang telah didaftarkan.

Ketidakidealan itulah yang menurutnya menjadi salah satu sebab dunia kontraktor di tanah air kurang berkembang. Di tambah lagi, dalam kerangka pengadaan barang dan jasa di proyek pemerintah, pemerintah tidak konsisten dengan peraturan yang ada.

"Akibatnya fungsi pengawasan dan penindakan kurang berjalan di lapangan. Sayangnya LPJK tidak punya wewenang masuk ke area itu. Tetapi kalau pemerintah dan aparatnya sungguh-sungguh menjalankan tanggungjawabnya di lapangan sebagaimana diatur undang-undang, pasti kontraktor pun mematuhinya. Karena menurut saya, kontraktor paling gampang menyesuaikan diri," tegasnya seraya menyambung, tetapi bila peraturan itu seolah bisa "dilonggar-longgarkan" atau dipermudah, maka semua orang pasti akan memilih yang mudah. Ini berarti butuh pemahaman yang lebih dalam lagi bagi penyedia jasa dan pengguna jasa tentang profesi kontraktor.

Untuk itulah Robert berharap ke depannya LPJKD-SU bisa menjalankan perannya lebih efektif dan akan berhasil guna dalam meningkatkan kompetensi jasa konstruksi Sumatera Utara asalkan pengguna jasa (pemerintah) mulai dari pusat sampai ke tingkat daerah konsisten melaksanakan peraturan jasa konstruksi yang ada, terutama dalam mengawasi kepatuhan undang-undang kepada semua pihak sektor jasa konstruksi. (hermy edwison)

No comments:

Post a Comment