Studi Evaluasi Keaktifan dan Keunggulan Kompetitif & Komparatif SDM Konstruksi Insinyur Sipil di Provinsi Sumatera Utara.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau Pasar Tunggal ASEAN pada 2015 merupakan agenda besar terutama pada komunitas Negara-Negara ASEAN dalam dekade ini. Agenda tersebut dicetuskan oleh Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/ AEC) sebagai salah satu langkah untuk merealisasikan integrasi ekonomi di antara Negara-Negara ASEAN. AEC bermaksud untuk mengembangkan Pasar dan Basis Produksi Tunggal ASEAN dalam rangka mewujudkan ASEAN yang dinamis dan kompetitif dengan mekanisme-mekanisme dan langkah-langkah baru untuk memperkuat implementasi dari kerja sama ekonomi yang telah terbina; mempercepat integrasi regional pada sektor-sektor prioritas; memfasilitasi perpindahan para pebisnis, pekerja terampil dan ahli; dan memperkuat mekanisme-mekanisme institusi ASEAN. SDM konstruksi Insinyur Sipil Indonesia yang merupakan individu yang berpraktek profesi Insinyur Sipil di sektor konstruksi Indonesia, termasuk dalam kategori pekerja terampil yang akan berpartisipasi dalam AFTA 2015.
Pada tahun 2011, SDM Konstruksi Indonesia mencapai 6,339 juta atau sekitar 5,78% dari tenaga kerja nasional (BPS, 2011). Dari jumlah tersebut, 10% diantaranya merupakan tenaga ahli, 30% merupakan tenaga terampil (skilled labour), dan 60% sisanya merupakan tenaga kerja kurang terampil (unskilled labour). Dari 6,339 juta SDM Konstruksi, kurang dari 10% yang telah disertifikasi (Kesai dan Arifin, 2012). Kondisi tersebut dicerminkan dari jumlah sertifikat yang dikeluarkan baru mencapai sekitar 596.897 sertifikat, dengan jumlah sertifikat keahlian sekitar 157.822 SKA dan jumlah sertifikat keterampilan sekitar 439.075 SKT (Kesai dan Arifin, 2012).
Dari SDM Konstruksi yang telah bersertifikasi tersebut, tidak semuanya aktif ataupun terlibat langsung dalam pelaksanaan konstruksi, namun hanya berpartisipasi pada tahapan pengadaan saja (sebagai pemenuhan persyaratan administrasi) dan kemudian digantikan oleh SDM Konstruksi lainnya baik yang telah bersertifikasi maupun yang belum pada tahapan pelaksanaan konstruksi (Soekirno et al., 2012). Hal ini terjadi baik pada Tenaga Ahli maupun Tenaga Terampil. Sehingga dari jumlah pemegang sertifikasi yang ada, tidak semuanya berkontribusi secara langsung pada pelaksanaan konstruksi dan tidak diketahui besar potensi yang efektif dari SDM Konstruksi yang bersertifikasi tersebut padahal hanya Tenaga Ahli dan Tenaga Terampil yang bersertifikasi saja yang akan dapat berpartisipasi pada AFTA 2015 nanti.
Proporsi atas keterampilan dan keahlian dari SDM Konstruksi Indonesia yang pada tahun 2011 didominasi tenaga kerja kurang terampil (60%) dan 30% yang merupakan tenaga kerja terampil serta hanya 10% yang merupakan tenaga ahli; sangat mempengaruhi tingkat produktivitas konstruksi Indonesia. Terlebih dengan hanya 10% dari SDM Konstruksi tersebut yang telah bersertifikasi, walaupun sistem sertifikasi yang ada ketika itu tidak sepenuhnya menjamin tingkat kompetensi dari pemegang sertifikasi terkait. Dengan demikian, sangat minim pengetahuan atas potensi secara kualitas dari SDM Konstruksi insinyur sipil Indonesia khususnya keunggulan kompetitif terutama bilamana ingin berkompetisi dengan SDM Konstruksi insinyur sipil negara ASEAN lainnya ketika AFTA 2015 nanti.
Indonesia merupakan salah satu dari empat negara ASEAN selain Kamboja, Vietnam, dan Filipina, yang merupakan pengirim tenaga kerja termasuk ke negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia. Salah satu nilai tawar yang dimiliki oleh tenaga kerja Indonesia dalam trading adalah upah yang rendah. Upah yang rendah tersebut tidak lepas dari kualitas SDM Indonesia yang dikirimkan, yang pada saat ini masih didominasi oleh pekerja kurang terampil. Namun pendekatan dengan upah yang rendah tidaklah tepat dalam AFTA 2015 nanti, karena dibutuhkan keunggulan komparatif agar dapat secara berkelanjutan bersaing dan bekerja sama pada AFTA 2015. Pada saat ini, pengetahuan atas keunggulan komparatif dari SDM Konstruksi insinyur sipil Indonesia masih sangat minim, termasuk juga di Provinsi Sumatera utara. Kemudahan dalam lalu lintas pekerja pada AFTA 2015, tentunya akan menjadi sebuah kesempatan yang besar bagi SDM Konstruksi insinyr sipil Indonesia (termasuk dari Provinsi Sumatera utara) terutama Tenaga kerja (yang unggul secara kuantitas) bilamana disertai kualitas serta memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif dari SDM Konstruksi Negara-Negara ASEAN lainnya.
Untuk memperoleh gambaran nyata mengenai kesiapan SDM Konstruksi insinyur sipil, khususnya Provinsi Sumatera utara, baik secara kuantitas dan kualitas dalam jelang AFTA 2015, maka perlu dilakukan Studi Evaluasi Keaktifan dan Keunggulan Kompetitif & Komparatif SDM Konstruksi insinyur sipil di Provinsi Sumatera utara.
Maksud Dan Tujuan Penelitian
Studi ini dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan atas kondisi eksisting keaktifan dan keunggulan kompetitif dan komparatif sebagai manifestasi kesiapan SDM Konstruksi Insinyur Sipil Provinsi Sumatera Utara dalam menghadapi persaingan dalam pasar tunggal ASEAN 2015.
Tujuan utama studi ini adalah mengidentifikasi dan mengevaluasi tingkat keaktifan dan keunggulan kompetitif & komparatif Insinyur Sipil Provinsi Sumatera Utara yang bekerja di sektor konstruksi dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015.
Manfaat Penelitian
Dengan hasil penelitian ini, diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak yang merupakan stakeholder kunci dalam pengelolaan SDM Konstruksi Insinyur Sipil, yaitu:
Kementerian Pekerjaan Umum;
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Kota;
Lembaga pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN);
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi (LPJKP);
Asosiasi profesi di Provinsi Sumatera Utara;
dalam meningkatkan kesiapan SDM Konstruksi Insinyur Sipil Nasional dan Provinsi Sumatera Utara untuk menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015.
Rumusan Masalah
Kesiapan SDM Konstruksi Insinyur Sipil Indonesia, khususnya Provinsi Sumatera Utara dalam menghadapi persaingan dalam pasar tunggal ASEAN (AFTA) 2015 merupakan pertanyaan mendasar dalam mempersiapkan Insinyur Sipil Indonesia, khususnya Provinsi Sumatera Utara untuk memasuki AFTA 2015. Namun belum dilakukan analisis yang komprehensif terhadap kondisi kesiapan Insinyur Sipil Provinsi Sumatera Utara dalam menghadapi AFTA 2015. Beberapa pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini antara lain:
Seberapa tingkat keaktifan dari SDM Konstruksi Insinyur Sipil Indonesia, khususnya Provinsi Sumatera Utara yang bersertifikat?
Bagaimana kompetisi internal SDM Insinyur Sipil eksisting di bidang yang sama dan kompetisi eksternalnya (terkait dengan pasar yang ada); apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan Insinyur Sipil Provinsi Sumatera Utara; dan apakah yang menjadi keunggulan kompetitif Insinyur Sipil di Sumatera Utara?
Apa yang menjadi keunggulan komparatif dari Insinyur Sipil Provinsi Sumatera Utara bilamana dibandingkan dengan Insinyur Sipil dari negara-negara ASEAN lainnya?
Oleh karena itu, keaktifan dan keunggulan kompetitif & komparatif SDM Konstruksi- Insinyur Sipil Provinsi Sumatera Utara perlu dievaluasi, agar didapat gambaran yang jelas dan nyata atas kesiapan Insinyur Sipil Provinsi Sumatera Utara dalam menghadapi AFTA 2015.
Sumber Daya
Penelitian ini dilakukan oleh seorang peneliti utama (principal investigator) bersama dua orang peneliti pendamping (secondary investigator).
No. Nama; Posisi dalam Penelitian
1.Ir. Murniati Pasaribu; Peneliti Utama
2.Ir. Rikardo B. Manurung, Msi; Peneliti Pendamping
3.Ir. Robertman Sirait; Peneliti Pendamping
Disamping peneliti, terdapat beberapa kegiatan yang akan membutuhkan sumber daya baik pelaksana maupun dana pembiayaan pelaksanaan (transportasi, honor, dan biaya terkait lainnya). Beberapa kegiatan tersebut, mencakup:
Survei dan Wawancara secara mendalam
Pada Tahapan I (Kajian Keaktifan Insinyur Sipil Konstruksi), akan dilakukan survei dan wawancara secara mendalam kepada perusahaan di tingkat Provinsi Sumatera Utara dan individu di beberapa lokasi yang dapat mewakili kondisi Provinsi.
Wawancara
Pada Tahapan III (Kajian Keunggulan Komparatif Insinyur Sipil Konstruksi), akan dilakukan wawancara ke beberapa Dinas dan Badan, yang mencakup Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Departemen Tenaga Kerja), Kementerian Hukum dan HAM (Departemen Imigrasi), Kementerian Perdagangan (Departemen Perdagangan), dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), BUMN.
Focus Group Discussion (FGD)
Pada Tahapan II dan III, akan dilakukan FGD sebanyak 1 kali selama 1 hari dengan mengundang ± 50 orang peserta dan diadakan di Hotel (minimum dengan Bintang 3) yang berlokasi di kota MEDAN.
Sumber pembiayaan untuk menunjang dan merealisasikan seluruh kegiatan ini diperoleh dari kerjasama LPJK dengan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum.
BAB II
LINGKUP PENELITIAN DAN KAJIAN PUSTAKA
Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada identifikasi dan penilaian serta evaluasi atas keaktifan dan keunggulan kompetitif dan komparatif SDM Konstruksi Insinyur Sipil Provinsi Sumatera Utara dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015.
Lingkup kegiatan penelitian ini mencakup antara lain:
Melakukan identifikasi dan analisis keaktifan serta menilai keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif SDM konstruksi Insinyur Sipil di Provinsi Sumatera Utara
Melakukan identifikasi dan analisis kesenjangan (gap analysis) antara Insinyur Sipil Indonesia, khususnya Provinsi Sumatera Utara ideal yang dapat menghadapi pasar tunggal ASEAN dan kondisi riil kesiapan Insinyur Sipil Provinsi Sumatera Utara dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015.
Merumuskan kebijakan sebagai bahan advokasi kepada pemerintah untuk mengatasi penyimpangan dalam keaktifan dan kemudian memutakhirkan keunggulan kompetitif dan komparatif serta kesiapan Insinyur Sipil Indonesia, khususnya Provinsi Sumatera Utara sedemikian rupa sehingga mereka mampu dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015.
Menyusun rekomendasi rencana tindak bagi perkuatan kebijakan pemerintah untuk mewujudkan kesiapan Insinyur Sipil Provinsi Sumatera Utara dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015.
Kajian Pustaka
ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015
ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau Pasar Tunggal ASEAN pada 2015 merupakan agenda besar terutama pada komunitas Negara-Negara ASEAN dalam dekade ini. Agenda tersebut dicetuskan oleh Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/ AEC) sebagai salah satu langkah untuk merealisasikan integrasi ekonomi di antara Negara-Negara ASEAN. AEC bermaksud untuk mengembangkan Pasar dan Basis Produksi Tunggal ASEAN dalam rangka mewujudkan ASEAN yang dinamis dan kompetitif dengan mekanisme-mekanisme dan langkah-langkah baru untuk memperkuat implementasi dari kerja sama ekonomi yang telah terbina; mempercepat integrasi regional pada sektor-sektor prioritas; memfasilitasi perpindahan para pebisnis, pekerja terampil dan ahli; dan memperkuat mekanisme-mekanisme institusi ASEAN.
Pasar dan Basis Produksi Tunggal ASEAN 2015 merupakan satu dari empat pilar menuju Komunitas Ekonomi ASEAN, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 1. Pada Blue Print Komunitas Ekonomi ASEAN, terdapat lima komponen inti yang dicakup dalam Pasar dan Basis Produksi Tunggal ASEAN 2015, yaitu : 1). kemudahan dalam lalu lintas barang, 2). jasa, 3). investasi, 4). modal, 5). pekerja terampil. Lebih lanjut, pasar dan basis produksi tunggal juga mencakup dua komponen penting yaitu integrasi sektor-sektor prioritas dan makanan, pangan, dan kehutanan.
Gambar 1. Empat Pilar Menuju Komunitas Ekonomi ASEAN (Rillo, 2011)
Riguer (2012) menyatakan bahwa berdasarkan Roadmap Komunitas ASEAN 2009-2015, konsep “kemudahan dalam lalu lintas” tidaklah absolute, total, ataupun penuh. “Kemudahan dalam lalu lintas” bermakna lalu lintas yang teratur melalui peraturan regional yang mengacu pada hukum dan peraturan domestik atau nasional. Dengan demikian Komunitas Ekonomi ASEAN, meneruskan ataupun mempercepat pembangunan komunitas yang telah dirintis lebih dahulu, termasuk kemudahan dalam perdagangan jasa di bawah ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) dan ASEAN Mutual Recognition Agreements/ Arrangements (MRAs).
Mutual Recognition Agreements/ Arrangements (MRAs)
Yue (2012) menjelaskan definisi, batasan, dampak, dan cakupan MRAs dalam Komunitas Ekonomi ASEAN. Mutual Recognition didefinisikan sebagai proses dimana negara tujuan mengakui muatan dari pelatihan ataupun kualifikasi profesi yang diperoleh di negara asal dan kewenangan negara asal dalam melakukan sertifikasi pelatihan atau kualifikasi melalui pengakuan dalam bentuk sertifikat. Tujuan dari MRA adalah mendorong mobilitas internasional dari pekerja ataupun penyedia jasa. Penyetaraan merupakan proses terkait yang dilalui dimana negara tujuan melakukan penilaian apakah tujuan peraturan dipenuhi oleh negara asal dan sampai pada keputusan untuk menerima regulasi negara asal dengan setara. Negara tujuan diperbolehkan untuk menambahkan persyaratan. Sebagai keterbatasan, di bawah MRAs, pengakuan tidaklah otomatis, namun umumnya menetapkan proses-proses untuk menentukan standar-standar dan persyaratan lainnya agar proses pengakuan dapat dilakukan oleh badan yang berwenang baik dari negara asal dan negara tujuan. Dampak dari MRA, pengakuan tidak secara otomatis memberikan hak dalam melakukan sebuah profesi ketika akses ke sebuah pasar diberikan. Pengakuan dapat terbatas pada profesi maupun keterampilan tertentu saja. Kapasitas ataupun kelayakan dalam bekerja setelah pengakuan akan mengacu pada prinsip-prinsip berikut:
Untuk layak bekerja di negara tujuan, pekerja harus memenuhi persyaratan yang ada di negara asal.
Untuk layak bekerja di negara tujuan, pekerja harus memenuhi persyaratan hukum dan ketentuan yang berlaku di negara tujuan.
Ketika bekerja di negara tujuan, pekerja harus mengikuti peraturan profesi dan secara berkelanjutan memenuhi standar pekerja.
Pada saat ini, MRA yang telah ada mencakup:
Jasa Teknik – pengakuan atas Insinyur Sipil dan insinyur yang telah diregistrasi.
Jasa Insinyur Sipiltural – sama dengan Jasa Teknik
Jasa Keperawatan – mendorong pertukaran ahli, pengalaman, dan best practice
Praktisi Kesehatan – menyediakan proses registrasi bilateral
Praktisi Dokter Gigi - sama dengan Praktisi Kesehatan
Jasa Akuntansi
Jasa Land Surveying (Pemetaan Lahan)
Sebuah studi telah dilakukan oleh Hirawan dan Triwidodo (2012) mengenai proses implementasi dan dampak dari MRA pada professional Jasa Teknik dan Insinyur Sipiltural dari sudut pandang Indonesia. Pada tingkat ASEAN, skor atas proses implementasi dari MRA pada professional Jasa Teknik (Engineering Services) dan Jasa Insinyur Sipiltural (Architectural Services) masing-masing 90% dan 85% dari skala 100%. Dari ketiga indikator yang digunakan: Pembentukan Badan masing-masing profesi tingkatan ASEAN (ASEAN Chartered Professional Engineer Coordinating Committee/ ACPECC untuk Jasa Teknik dan ASEAN Architect Council/ AAC untuk Jasa Insinyur Sipiltural), pendirian sekretariat, dan Operasional Badan Profesi ASEAN; baik pada Jasa Teknik maupun Insinyur Sipiltural, skor yang dicapai pada indikator Operasional Badan Profesi ASEAN tidak maksimal oleh karena belum terlaksananya identifikasi, pengembangan, dan dorongan dari implementasi best practice untuk persiapan dan penilaian profesi terkait serta pemantauan atas pertukaran informasi antar negara-negara anggota.
Sedangkan di tingkat Nasional (Indonesia), Hirawan dan Triwidodo (2012) melakukan penilaian atas 2 hal yaitu persiapan peraturan terkait untuk Jasa Teknik dan Jasa Insinyur Sipiltural serta proses implementasi dari MRA pada Jasa Teknik dan Jasa Insinyur Sipiltural. Dari empat indikator yang digunakan dalam penilaian persiapan peraturan terkait untuk Jasa Teknik dan Jasa Insinyur Sipiltural, skor yang dicapai adalah 65% dari skala 100%. Keempat indikator tersebut mencakup persiapan peraturan yang mengizinkan implementasi MRA, sosialisasi MRA melalui roadshow, menterjemahkan peraturan-peraturan terkait domestik (nasional) ke dalam bahasa Inggris untuk tujuan sosialisasi internasional, dan pengembangan website nasional untuk diseminasi informasi terkait MRA. Namun dalam hal proses implementasi dari MRA baik pada Jasa Teknik maupun Jasa Insinyur Sipiltural, skor yang diperoleh mencapai 100% atas 6 indikator yang digunakan. Enam indikator tersebut adalah penyerahan/ pengajuan notifikasi resmi dalam berpartisipasi; pendirian Komite Pemantau; menyiapkan, mengajukan, dan memperoleh persetujuan pernyataan dari negara-negara anggota Badan Profesi ASEAN; seleksi atas pemohon domestik oleh Komite Pemantau dari pengajuan ke Badan Profesi ASEAN; memperoleh persetujuan dari Badan Profesi ASEAN atas pengajuan permohonan-permohonan dari negara anggota; dan membentuk sistem yang memberi kewenangan Badan Sertifikasi Nasional dalam meregistrasi professional asing ASEAN yang telah diregistrasi oleh Badan Sertifikasi Nasional di negaranya masing-masing.
Lebih lanjut, Hirawan dan Triwidodo (2012) memaparkan hasil studi mereka atas dampak MRA bagi para professional baik yang telah maupun yang belum teregistrasi oleh Badan Profesi ASEAN. Para responden professional yang telah teregistrasi oleh Badan Profesi ASEAN, umumnya belum dapat merasakan keuntungan nyata dari registrasi tersebut. Kekurangan informasi dan ketiadaan jaringan/ hubungan antar insinyur dan Insinyur Sipil yang bekerja di negara asal dan negara tujuan merupakan isu utama dalam implementasi MRA pada Jasa Teknik dan Insinyur Sipiltural. Para responden berpersepsi bahwa registrasi oleh Badan Profesi ASEAN merupakan formalisasi agar dapat diakui di tingkat regional ASEAN dan kebutuhan profesionalisme. Untuk merespond kondisi ini, Badan Profesi ASEAN diharapkan dalam memberikan informasi lebih pada professional ASEAN dan mengadakan seminar dan workshop pada tingkatan reginal sebagai media untuk bertukar informasi dan pengetahuan antar professional ASEAN. Kegiatan-kegiatan tersebut akan mendukung proses identifikasi, pengembangan, dan dorongan dari implementasi best practice untuk persiapan dan penilaian profesi terkait serta pemantauan atas pertukaran informasi antar negara-negara anggota; yang merupakan salah satu isu dalam proses implementasi di tingkat ASEAN. Sementara dari professional yang belum teregistrasi oleh Badan Profesi ASEAN, Hirawan dan Triwidodo (2012) memaparkan bahwa para professional tersebut belum memiliki pemahaman yang menyeluruh dan jelas atas maksud dan kegunaan dari implementasi MRA pada Jasa Teknik dan Insinyur Sipiltural.
Pasar Tenaga Kerja ASEAN dan Indonesia
ASEAN memiliki pasar tenaga kerja yang cukup besar potensinya. Pada tahun 2008, tenaga kerja ASEAN mencapai 390 Juta yang diproyeksikan, secara berturut akan mencapai 325 juta dan 346 juta pada tahun 2015 dan 2020. Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa Indonesia menempati peringkat teratas dalam jumlah tenaga kerja di antara Negara-Negara ASEAN. Pada tahun 2015, tenaga kerja Indonesia diproyeksikan memiliki porsi sekitar 39% dari total tenaga kerja di ASEAN. Ini menunjukkan potensi tenaga kerja Indonesia dalam kuantitas. Namun sebagaimana disampaikan pada paragraf sebelumnya, lalu lintas pekerja yang dimungkinkan dalam AFTA 2015 nantinya adalah pekerja yang memiliki sertifikasi dan terbatas pada keahlian dan keterampilan tertentu.
Tabel 1. Tenaga Kerja ASEAN (International Labour Organization, 2008)
SDM Konstruksi Indonesia yang merupakan individu yang berpraktek profesi di keinsyuran dan keInsinyur Sipilturan serta teknisi/ tenaga terampil (skilled labour) di sektor konstruksi Indonesia, termasuk dalam kategori pekerja terampil yang akan berpartisipasi dalam AFTA 2015. Pada tahun 2011, SDM Konstruksi Indonesia mencapai 6,339 juta atau sekitar 5,78% dari tenaga kerja nasional (BPS, 2011). Dari jumlah tersebut, 10% diantaranya merupakan tenaga ahli, 30% merupakan tenaga terampil (skilled labour), dan 60% sisanya merupakan tenaga kerja kurang terampil (unskilled labour). Dari 6,339 juta SDM Konstruksi, hanya kurang dari 10% yang telah disertifikasi (Kesai dan Arifin, 2012). Kondisi tersebut dicerminkan dari jumlah sertifikat yang dikeluarkan baru mencapai sekitar 596.897 sertifikat, dengan jumlah sertifikat keahlian sekitar 157.822 SKA dan jumlah sertifikat keterampilan sekitar 439.075 SKT (Kesai dan Arifin, 2012).
Kondisi Eksisting Pelaksanaan Sertifikasi di Indonesia
Pekerja yang dimungkinkan mobilitasnya pada AFTA 2015 adalah para pekerja yang telah bersertifikasi. Pada paragraf di atas, tercermin kondisi (secara kuantitas) sertifikasi di Indonesia yang dapat dikatakan baru menjangkau sebagian kecil SDM Konstruksi Indonesia (kurang dari 10%). Terlepas dari jumlah tersebut, bagaimana kondisi terkait sertifikasi SDM Konstruksi Indonesia? Sistim sertifikasi merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan pekerjaan konstruksi, yang telah di atur dalam kebijakan sertifikasi tenaga kerja konstruksi, sesuai Undang-Undang No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, dan pendayagunaannya oleh badan usaha jasa konstruksi (BUJK). Sertifikasi merupakan suatu bentuk pernyataan yang menjamin bahwa seseorang telah memiliki kualifikasi dan/ atau kompetensi untuk melakukan tugas atau pekerjaan tertentu (Abduh et.al., 2007). Sertifikasi dilakukan oleh entitas yang memiliki otoritas terhadap hal tersebut. Dilihat dari kepentingan umum, fungsi sertifikasi adalah memberikan jaminan perlindungan kepada kepentingan umum terhadap hasil kerja seseorang. Dalam prakteknya, bukti sertifikasi digunakan untuk menentukan sesorang dapat berprofesi sesuai dengan kommpetensinya. Mekanisme ini dikenal dengan istilah lisensi, dimana untuk memperoleh lisensi tersebut sesorang diwajibkan mendaftarkan diri pada otoritas lingkungan tersentu, dan proses pendaftaran ini dikenal dengan istilah registrasi. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendayagunaan sertifikasi dapat dilihat berdasarkan kebutuhan pemenuhan kompetensi dan berdasarkan kebutuhan pemenuhan aspek administrasi. Bila ditinjau dari aspek kebutuhan kompetensi dan pemenuhan adiministrasi, pada prakteknya terjadi perbedaan di satu daerah dengan daerah lainnya. Begitu pula terdapat perbedaan secara praktik pada proyek yang didana oleh dana negara dan pada proyek yang didanai oleh dana swasta. Gambar 2 menunjukkan kebutuhan dan fungsi sertifikasi dalam praktik pelaksanaan pekerjaan konstruksi di Indonesia terkait dengan para stakeholder kunci.
Gambar 2. Perbedaan pendayagunaan sertifikasi berdasarkan beberapa kategori kebutuhan (Soekirno et al. (2012)
Upaya Peningkatan Kapasitas SDM Konstruksi melalui GNPK
Pemerintah telah mencanangkan Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi (GNPK) 2010-2014. Dalam kurun waktu 5 tahun tersebut, GNPK menargetkan pelatihan tenaga kerja sebanyak 3 juta pekerja atau sekitar 60% dari SDM Konstruksi yang ada (Suhono, 2011). Dari jumlah yang ditargetkan tersebut, sebagian besar diarahkan pada SDM Konstruksi yang masih belum terampil. Dimana pada tahun 2011, SDM Konstruksi Indonesia mencapai 6,339 juta atau sekitar 5,78% dari tenaga kerja nasional (BPS, 2011) yang 60% diantaranya merupakan tenaga kerja kurang terampil (unskilled labour), 30% merupakan tenaga terampil (skilled labour), dan hanya 10% sisanya merupakan tenaga ahli. Lebih lanjut, dari 6,339 juta SDM Konstruksi, hanya kurang dari 10% yang telah disertifikasi (Konstruksi Indonesia, 2012). Diharapkan dengan GNPK, kemampuan SDM Konstruksi dapat meningkat di masa mendatang sehingga mampu bersaing di pasar domestik dan global (Konstruksi Indonesia, 2011). Hal ini juga untuk memenuhi peningkatan kebutuhan SDM Konstruksi atas realisasi Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di enam koridor wilayah kepulauan Indonesia.
GNPK memfokuskan pembangunan pada arah memantapkan dan menata kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan IPTEK, memperkuat daya saing perekonomian. Kualitas SDM merupakan faktor kunci dalam penyelenggaraan berbagai program pembangunan nasional. SDM Konstruksi, baik ditinjau dari sisi pendidikan maupun kompetensi masih dalam kondisi yang kurang menguntungkan. Kondisi tersebut tentunya mencerminkan terbatasnya kapasistas, daya saing, dan kualitas SDM Konstruksi (Suhono, 2011). GNPK mempunyai agenda dengan 5 fokus utama, yang mencakup (Pusbin KPK, 2009):
Pengembangan Sistem Pembinaan Kompetensi SDM Konstruksi
Agenda ini menitikberatkan pada perumusan kebijakan tentang pengembangan kompetensi SDM dalam bentuk perumusan minimum kualitas instruktur, asesor, manajemen pelatihan, tata cara pelaksanaan pelatihan, tata cara pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi, penataan Sistem Informasi dan Data Base, serta hal-hal yang berkaitan dengan sistem pembinaan kompetensi SDM Konstruksi.
Pengembangan Standar Kompetensi
Dalam setiap pelatihan berbasis kompetensi dan uji kompetensi dan sertifikasi, standar kompetensi memiliki peranan yang mutlak untuk dijadikan acuan. Begitu juga dalam proses penyusunan kurikulum atau program pelatihan, penyusunan modul pelatihan, dan penyusunan materi uji kompetensi.
Pengembangan Lembaga Pelatihan/ Lembaga Uji Kompetensi
Kegiatan pelatihan dan uji kompetensi yang selama ini berlangsung, belum sepenuhnya mengacu kepada standar kompetensi yang telah disahkan. Dalam peningkatan kemampuan kelembagaan dalam penyelenggaraan pelatihan dan uji kompetensi, diperlukan adanya perkuatan kelembagaan dalam bentuk advisory, pengembangan kompetensi tenaga instruktur dan asesor, pemberian bantuan penyediaan materi pelatihan dan materi uji kompetensi kepada Lembaga Pelatihan Daerah, disamping upaya peningkatan kemampuan daerah dalam penyusunan materi pelatihan dan materi uji kompetensi.
Pengembangan Sarana dan Prasarana Pelatihan
Pengembangan sarana dan prasarana pelatihan meliputi penyediaan sarana dan fasilitas workshop sesuai dengan standar pelatihan yang ditetapkan, penyediaan prasarana/peralatan & perangkat pendukung pelatihan/ uji kompetensi; serta penyediaan sarana dan prasarana pelatihan yang bersifat mobile, yang dapat dibawa dan digunakan secara berpindah-pindah.
Percepatan Pelatihan Konstruksi
Kegiatan percepatan pelatihan konstruksi dapat dicapai melalui sinergi dengan berbagai institusi baik pusat maupun daerah. Untuk mencapai target GNPK, kegiatan percepatan pelatihan dilakukan dalam bentuk: kerja sama melalui MoU lintas kementerian yang terkait sektor konstruksi; kerja sama (KSO) dengan pemerintah daerah; kerja sama dengan dunia usaha/ badan usaha swasta; dan kerja sama (KSO) dengan asosiasi profesi dan masyarakat, serta kerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan.
Adapun paradigma baru peningkatan kualitas tenaga kerja, bertumpu pada 3 pilar utama, yaitu standar kompetensi kerja, pelatihan berbasis kompetensi, dan sertifikasi kompetensi oleh lembaga yang independen (Suhono, 2011). Kompetensi kerja itu sendiri adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja. Rumusan dari kompetensi kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku disebut sebagai Standar Kompetensi Kerja, yang mengacu pada 5 dimensi kompetensi yaitu kemampuan dalam tugas; mengelola tugas; mengatasi suatu masalah tak terduga; menyesuaikan dengan ketentuan lingkungan kerja, keselamatan, dan kesehatan kerja; dan kemampuan mentransfer/ beradaptasi dengan situasi yang berbeda/ tempat kerja baru.
Keunggulan Kompetitif
Dimensi lain yang ditinjau dalam kajian ini adalah keunggulan kompetitif dari SDM Konstruksi Insinyur Sipil Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatera Utara. Untuk dapat meninjau keunggulan kompetitif tersebut, pada tahapan awal dibutuhkan evaluasi tingkat kompetisi internal dan pengaruh pasar atas SDM Konstruksi Insinyur Sipil. Dalam mengevaluasi tingkat kompetisi internal dan pengaruh pasar atas SDM Konstruksi Insinyur Sipil, penggunaan Analisis Lima Kekuatan dari Porter akan dapat memberikan identifikasi atas tingkat kompetisi internal SDM Konstruksi Insinyur Sipil dan pengaruh komponen-komponen pembentuk pasar yang mencakup komponen pendatang baru, subtitusi, kekuatan dari pengguna jasa, dan kekuatan dari penyuplai. Keempat komponen pembentuk pasar ini, dapat diilustrasikan pada gambar dibawah ini.
Gambar 3. Lima Kekuatan yang membentuk kompetisi (Porter, 2008)
Kompetisi Internal/ sesama SDM Konstruksi di bidang yang sama, umumnya merupakan yang paling berpengaruh dari kelima kekuatan kompetitif. Intensitas dari kompetisi internal cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah yang berkompetisi. Komponen pendatang baru dimungkinkan bilamana dengan mudahnya pekerja baru baik yang berasal dari dalam negeri (domestik) maupun dari luar negeri (overseas) masuk ke dalam pasar SDM Konstruksi Insinyur Sipil. Walaupun dengan hambatan-hambatan untuk masuk, pendatang baru dapat saja masuk dengan kualitas yang lebih baik dan daya tawar yang lebih baik. Kekuatan tawar dari pemasok mempengaruhi intensitas kompetisi SDM Konstruksi, terutama ketika jumlah pemasok cukup banyak, dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengembangan SDM Konstruksi Insinyur Sipil secara intensif dan berkelanjutan. Kekuatan tawar dari pengguna jasa sangat berpengaruh pada intensitas kompetisi SDM Konstruksi bilamana terkonsentrasi, dan dalam jumlah yang banyak.
Lima Kekuatan Kompetisi Porter sangat terkait antara satu dengan yang lainnya dalam lingkungan eksternal (Grundy, 2006). Gambar 4. menunjukkan keterkaitan internal dari lima kekuatan kompetisi tersebut. Antara Kekuatan Tawar Pengguna Jasa dan Pendatang Baru, terdapat hubungan bahwa pengguna jasa dapat mendorong masuknya pendatang baru dengan mengurangi hambatan untuk masuk ke sistem tersebut ataupun pendatang baru dapat masuk dengan dorongan dan integrasi dengan Pengguna Jasa (terkait dengan skema PMA ataupun dengan JO dengan BUJK Asing). Antara Kekuatan Tawar Pengguna Jasa dan Subtitute, pengguna jasa dapat secara aktif mencari alternatif pengganti (subtitute) dan mendorong masuknya subtitute ke sistem. Antara Pendatang Baru dengan Kekuatan Tawar Pemasok, terdapat hubungan bilamana Pendatang Baru dapat masuk dan mencari dukungan dan integrasi dengan Pemasok. Antara Kekuatan Tawar Pemasok dan Subtitute, terdapat hubungan bilamana Pemasok mendukung subtitute dengan memasarkan subtitute.
Gambar 4. Keterkaitan antara Lima Kekuatan Kompetisi Porter
Porter (1985) mengidentifikasi bahwa keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui 3 strategi yang mencakup biaya (cost), pembeda (differentiation), dan fokus (focus). Ketiga hal ini akan sangat bermanfaat dalam mengevaluasi keunggulan komparatif SDM Konstruksi Indonesia bilamana dibandingkan dengan SDM Konstruksi Negara-Negara ASEAN lainnya. Dengan berbasiskan pada keunggulan kompetitif SDM Konstruksi Indonesia, keunggulan komparatif SDM Konstruksi Indonesia dapat dipetakan baik secara biaya dan pembedanya sehingga nantinya akan dapat difokuskan dalam mendapatkan keunggulan dari komponen biaya dan pembeda tersebut.
Keunggulan Komparatif
Keunggulan komparatif mengacu pada kemampuan sebuah pihak untuk menghasilkan atau menyediakan jasa tertentu dengan biaya yang lebih rendah dan memiliki kesempatan atas pihak lainnya. Bahkan bilamana satu negara lebih efisien dalam memproduksi semua barang ataupun jasa (memiliki keunggulan absolute dalam semua komoditi) dari negara lainnya, kedua negara masih memperoleh keuntungan dengan perdagangan antar keduanya, selama keduanya memiliki perbedaan efisiensi yang relatif (Wikipedia, 2013). Ide mengenai keunggulan komparatif, pertama kali disebutkan di dalam buku Adam Smith yang berjudul “Wealth of Nations”, dimana jika negara lain dapat menyuplai negara kita dengan komoditas yang lebih rendah dari yang dapat kita kerjakan sendiri, lebih baik membelinya dengan sebagian yang dapat diproduksi oleh negara kita, lakukan sedemikian mungkin pada hal yang dimana kita memiliki keunggulan-keunggulan.
Sebagai sebuah ilustrasi oleh Baumol dan Binder (2009) mengenai prinsip dari keunggulan komparatif dalam pekerjaan. Seorang pengacara dapat mengetik lebih baik dari asistennya, apakah pengacara tersebut perlu memberhentikan asistennya dan melakukan sendiri pekerjaan mengetik? Meskipun sang pengacara dapat mengetik lebih baik, penilaian yang baik akan mengarahkan sang pengacara unuk berkonsentrasi pada praktek pengacaranya dan membiarkan pekerjaan mengetik untuk dilakukan oleh asisten yang dibayar lebih murah dari pekerjaannya. Mengapa demikian? Karena biaya kesempatan (opportunity cost) atas waktu 1 jam yang didedikasikan untuk mengetik adalah jumlah yang dapat pengacara tersebut hasilkan dari kurang dari setengah jam waktu yang dihabiskan bersama clientnya, dimana merupakan pekerjaan yang jauh lebih menguntungkan.
Prinsip yang mengejutkan dari keunggulan komparatif adalah bilamana satu negara (atau satu pekerja) adalah lebih buruk dari negara lainnya (atau pekerja lainnya) dalam produksi dari setiap komoditas, dikatakan memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi komoditas yang dimana memiliki tingkat ketidakefisienan yang kurang dibandingkan negara lainnya (Baumol dan Binder, 2009).
Untuk memiliki keunggulan komparatif, haruslah dimiliki terlebih dahulu keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif dapat dilakukan bilamana ada trading antar dua atau lebih negara. Satu negara dapat memiliki berbagai kapasitas dan komoditas yang dapat dibandingkan dengan negara lainnya serta dimanfaatkan oleh negara lainnya. Dengan keunggulan komparatif dapat fokus dalam memproduksi komoditas dengan kapasitas yang lebih baik.
BAB III
METODE PENELITIAN
Berdasarkan Kerangka Acuan Kegiatan Penelitian, penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Studi Konstruksi Nasional (SKN) dan Daerah (SKD) mengenai kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) Konstruksi Insinyur Sipil Indonesia, khususnya Provinsi Sumatera Utara dalam memasuki AFTA 2015. Terdapat tiga parameter yang ditinjau dalam kesiapan tersebut, mencakup keaktifan, keunggulan kompetitif, dan keunggulan komparatif dari SDM Konstruksi Insinyur Sipil Indonesia. Keluaran dari penelitian ini, setidaknya meliputi evaluasi kondisi riil kesiapan Insinyur Sipil Indonesia, khususnya Provinsi Sumatera Utara dalam menghadapi AFTA 2015 dan rancangan kebijakan sebagai masukan bagi kebijakan pemerintah dalam memperbaiki dan meningkatkan keunggulan kompetitif dan komparatif Insinyur Sipil Indonesia sebagai upaya meningkatkan kesiapan dalam menghadapi AFTA 2015.
Framework yang mendasari penelitian ini adalah Porter’s Five Forces Analysis atas strategi pengembangan keunggulan kompetitif. Gambar 5 merupakan ilustrasi dari pengembangan keunggulan kompetitif atas SDM Konstruksi Insinyur Sipil Indonesia, khususnya Provinsi Sumatera Utara.
Ketiga parameter yang mencakup keaktifan, keunggulan kompetitif, dan keunggulan komparatif, mencerminkan tahapan dalam penelitian ini. Keaktifan dari SDM Insinyur Sipil merupakan tahapan awal dari identifikasi kondisi awal internal SDM Insinyur Sipil dalam melihat kompetensi individu dan persaingan antar Insinyur Sipil pada bidang yang sama (tergambar sebagai pusat pada Diagram Porter’s Five Forces/ Gambar 1). Tahapan berikutnya adalah identifikasi kondisi awal eksternal (faktor-faktor di luar internal) dari pengguna jasa, penyuplai, pengganti, dan pendatang baru baik dari lingkup nasional dan internasional. Hal tersebut akan memberikan gambaran mengenai pasar dari Insinyur Sipil dan pada tahapan ini dilakukan identifikasi keunggulan kompetitif Insinyur Sipil Indonesia, khususnya Provinsi Sumatera Utara. Tahapan ketiga dari penelitian ini adalah identifikasi keunggulan komparatif dari Insinyur Sipil Provinsi Sumatera Utara bilamana dibandingkan dengan Insinyur Sipil dari negara-negara ASEAN lainnya. Tahapan ini didukung dari hasil dari tahapan kajian keunggulan kompetitif, kajian kerjasama ASEAN dalam profesi Insinyur Sipil, kajian struktur gaji profesi Insinyur Sipil, dan kajian biaya ekspor & impor profesi Insinyur Sipil.
Gambar 5. Framework Penelitian
Kegiatan Penelitian
Gambar 6 memperlihatakan gambaran umum metoda penelitian yang terdiri dari 3 tahapan, sebagai berikut :
Gambar 6. Metoda Pelaksanaan Penelitian
Tiga Tahapan Penelitian:
Kajian Keaktifan Insinyur Sipil Konstruksi Indonesia
Kajian literatur data historis dan kecenderungan sertifikasi Insinyur Sipil
Per bidang dan per sub-bidang
Per wilayah
Pengembangan model kebutuhan Insinyur secara konseptual
Per bidang dan per sub-bidang
Per wilayah
Per jenis konstruksi
Per sumber dana
Kajian tingkat keaktifan Insinyur Sipil melalui survei dan wawancara secara mendalam kepada perusahaan dan individu
Perusahaan Nasional (yang beroperasi secara nasional)
Jumlah dan jenis proyek per tahun
Jumlah proposal dari jenis proyek per tahun
Nilai dari setiap jenis proyek per tahun
JumlahTenaga Insinyur Sipil tetap
Jumlah Insinyur Sipil tidak tetap (part time, outsourcing)
Strategi rekrutmen
Individu
Jumlah dan jenis proyek, serta pendapatan per tahun (aktif)
Jumlah dan jenis proyek, serta pendapatan per tahun (total)
Jumlah proposal per jenis proyek dan nilai proyek per tahun
Pada Tahapan 1 ini, Studi Konstruksi Daerah (SKD) diarahkan untuk melakukan identifikasi dan penilaian serta evaluasi atas keaktifan serta kesiapan SDM Konstruksi Insinyur Sipil di tingkat Provinsi (khusunya Provinsi Sumatera Utara) dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN 2015, meliputi:
Kajian literatur data historis dan kecenderungan sertifikasi Insinyur Sipil di tingkat Provinsi masing-masing
Per bidang dan per sub-bidang
Per wilayah (Kabupaten/ Kota)
Kajian literatur kebutuhan konstruksi (bangunan gedung, jalan, jembatan, irigasi, dll.) secara historis dan masa yang akan datang di tingkat Provinsi masing-masing
Per jenis konstruksi (bangunan gedung, jalan, jembatan, irigasi, dll.)
Per wilayah (Kabupaten/ Kota)
Per sumber dana (pemerintah pusat dan daerah, swasta nasional dan daerah, dan termasuk asing)
Pengembangan model kebutuhan Insinyur Sipil di tingkat Provinsi secara konseptual
Per bidang dan per sub-bidang
Per wilayah (Kabupaten/ Kota)
Per jenis konstruksi (bangunan gedung, jalan, jembatan, irigasi, dll.)
Per sumber dana (pemerintah pusat dan daerah, swasta nasional dan daerah, dan termasuk asing)
Kajian tingkat keaktifan serta kesiapan Insinyur Sipil melalui survei dan wawancara secara mendalam kepada Perusahaan, Asosiasi Profesi terkait, dan Individu di tingkat Provinsi
Perusahaan Lokal (Daerah) dan Asosiasi Profesi terkait (yang ada di Provinsi tersebut)
Jumlah dan jenis konstruksi per tahun
Jumlah proposal dari setiap jenis konstruksi per tahun
Nilai dari setiap jenis konstruksi per tahun
Jenis konstruksi (Bidang Pekerjaan) dan Pemilik Proyek
Jumlah Insinyur Sipil tetap
Jumlah Insinyur Sipil tidak tetap (part time, outsourcing)
Strategi rekrutmen Insinyur Sipil (tetap dan tidak tetap)k
Tingkat Kompetensi Insinyur Sipil (tetap dan tidak tetap)
Dan lain-lain (Sertifikasi)
Individu Lokal (Daerah)
Asal Daerah (asli dari daerah provinsi studi dan atau luar provinsi studi)
Latar belakang bekerja di daerah provinsi studi (asal pendidikan, motivasi, didatangkan oleh perusahaan atau keinginan sendiri, lama domisili, dll.)
Jumlah dan jenis konstruksi, serta pendapatan per tahun (aktif)
Jumlah dan jenis konstruksi, serta pendapatan per tahun (total)
Jumlah proposal (nama diusulkan) per jenis konstruksi dan nilai proyek konstruksi per tahun
Tingkat Kompetensi yang dimiliki
Dan lain-lain (Sertifikasi, keinginan bekerja di luar daerah provinsi studi dan atau luar negeri)
Melakukan analisis dan kemudian mengevaluasi berdasarkan data dan informasi keaktifan serta kesiapan Insinyur Sipil di Provinsi Sumatera Utara, termasuk temuan-temuan yang terkait dengan keaktifan Insinyur Sipil.
Merumuskan usulan untuk meningkatkan keaktifan serta kesiapan Insinyur Sipil di tingkat Provinsi Sumatera Utara.
Kajian Keunggulan Kompetitif Insinyur Sipil
Kajian awal kondisi internal (melalui Kajian Literatur)
Kompetensi individu
Persaingan antar Insinyur pada bidang yang sama
Kajian awal kondisi eksternal (melalui Kajian Literatur) atas Pengguna Jasa, Penyuplai, Pengganti, dan Pendatang Baru, dalam lingkup:
Nasional
Internasional
Kajian pasar Insinyur Sipil (melalui Focus Group Discussion/ FGD)
Kajian keunggulan kompetitif Insinyur (melalui FGD)
Kajian Keunggulan Komparatif Insinyur Sipil
Kajian kerjasama ASEAN dalam Insinyur Sipil (melalui Kajian Literatur)
Kajian struktur gaji Insinyur Sipil (melalui Kajian Literatur dan Wawancara)
Kajian biaya eksport (mengirim ke luar) dan import (mendatangkan) Insinyur Sipil (melalui Kajian Literatur dan Wawancara)
Kajian keunggulan komparatif Insinyur Sipil Indonesia, khususnya Provinsi Sumatera Utara dengan Negara di ASEAN (melalui Kajian Literatur dan FGD)
BAB IV
PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS
PENGUMPULAN DATA
Dalam studi ini peneliti melakukan atas data yang diperoleh baik itu bersifat primer maupun sekunder. Untuk data primer diperoleh melalui kuesioner dengan melampirkan kurikulum vite dan wawancara, serta Focus Group Discussion (FGD) sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber antara lain: data base LPJKN/LPJKP, Badan Statistik, Dinas Tenaga Kerja serta studi sejenis lainnnya.
Focus Group Discussion
Focus Group Discussion (FGD) dilakukan sebagai metode pengumpulan data yang bersifat kualitatif. Melalui FGD ini didapatkan data yang lebih dalam dikarenakan melalui satu proses diskusi atas sekelompok peserta yang terpilih dengan memfokuskan topik pembahasan sesuai dengan judul penelitian.
Melalui FGD yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 20 Juni 2013 bertempat di ruangan Rosewood II Grand Aston Medan, peneliti dapat mengetahui alasan, motivasi, argumentasi, atau dasar dari pendapat seseorang atau kelompok.
Hasil Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data melalui kuesioner, peniliti terlebih dahulu mengumpulkan nama-nama potensi responden melalui data pangkalan LPJKP Sumatera Utara, serta upaya untuk mendapatkan informasi langusng tentang SDM insinyur sipil yang tidak terdaftar pada pangkalan data LPJK, namun diketahui aktif beraktivitas dibidang konstruksi yang umumnya proyek bersumber dana swasta. Pelaksanaan penyebaran kuesioner oleh peneliti dilakukan selama kurang lebih satu bulan, secara umum, ada empat target responden dalam survei ini, yaitu:
Pimpinan sumber daya manusia suatu BUJK (Perencana, Pengawas, dan Pelaksana Konstruksi)
Insinyur sipil yang konsisten bergerak sebagai tenaga ahli
Manajer Badan Usaha yang bergerak dibidang Jasa Konstruksi
Akademisi yang masih aktif sebagai tenaga ahli dibidang konstruksi
Para responden yang dijaring tersebut adalah peserta yang diundang dalam Focus Group Discussion (FGD) guna mandapatkan pendapat dan informasi yang berbeda dengan substansi dalam wawancara dan kuesioner. Keseluruhan responden dengan jumlah 30 orang tersebut juga dikelompokkan keadalam beberapa criteria seperti: jenis kelamin, status dalam badan usaha, masa dan lama nya bekerja, dan lain-lain. Kepada beberapa responden terpilih dilakukan wawancara guna mendapatkan informasi langsung tentang pemahaman serta keaktifan mereka dibidang Jasa Konstruksi.
Hambatan yang sering terjadi dalam pelaksanaan penyebaran kuesioner adalah kesibukan para responden sehingga kesulitan dalam meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner penelitian ini, dan tidak jarang peneliti harus datang kembali ketempat responden lebih dari satu kali guna bertemu untuk mengisi kuesioner penelitian ini.
Para responden dengan pandangan yang berbeda-beda tentang penelitian ini secara umum mendukung meskipun memiliki tingkat pemahaman yang sangat variatif.
Hasil Analisis Data
Responden penelitian ini yang diminta partisipasinya dalam pengisian kuesioner adalah Insinyur Sipil yang bekerja dan berdomisili di Sumatera Utara. Ada 30 responden yang berpartisipasi dalam pengisian kuesioner, jumlah tersebut diasumsikan merupakan representasi dari seluruh kabupaten/kota yang ada di Sumatera Utara. Data hasil pengisian kuesioner dari responden dapat dilihat dari pembahasan dibawah yaitu:
4.2.1 Profil Individu
A. Jenis Kelamin
Gambar 7. Jenis Kelamin dan usia Responden
Diagram diatas menunjukan dari tiga puluh responden terdapat 28 orang berjenis kelamin pria dan dua orang berjenis kelamin wanita, dimana usia rata-rata 50 tahun sebanyak 16 orang.
B.Latar Belakang Bidang Insinyur yang dimiliki.
Gambar 8: Latar Belakang Bidang ke Insinyuran
Dari diagram diatas terlihat bahwa latar belakang bidang insinyur yang dimiliki oleh responden sebagian besar adalah rekayasa struktur sebanyak 10 orang.
C.Pendidikan Terakhir Responden
Gambar 9: Pendidikan terakhir responden
Diagram diatas menunjukan bahwa tingkat pendidikan terakhir insinyur sipil di propinsi Sumatera Utara terdiri dari tingkat doctoral (S3) sebanyak 2 orang, magister (S2) sebanyak 14 orang, dan tingkat sarjana (S1) sebanyak 14 orang.
D.Pengalaman Kerja di Bidang Konstruksi
Gambar 10: Pengalaman kerja di Bidang Konstruksi
Diagram diatas menunjukan bahwa rata-rata responden memiliki pengalaman kerja di bidang konstruksi diatas 16 tahun. Hal ini dikarenakan para responden sebagian besar berusia diatas 40 tahun sehingga pengalaman kerja cukup memadai.
E. Status Pekerjaan
Diagram dibawah ini menunjukan status pekerjaan dari responden sebagian besar adalah wiraswasta, kemudian disusul oleh pekerja perusahaan. Namun terdapat insinyur sipil yang bekerja di Pemerintahan sebanyak 4 orang.
Gambar 11: Status Pekerjaan Responden
F. Status Kependudukan
Gambar 12: status kependudukan
Diagram diatas menunjukan bahwa para responden sebagian besar adalah penduduk local yang berasal dari kabupaten/ kota yang ada di Sumatera Utara.
G. Lama Waktu Berdomisili di Propinsi Sumatera Utara
Gambar 13: Lama Waktu Berdomisili di Propinsi Sumatera Utara
Diagram dibawah ini menunjukan sebagian besar responden telah berdomisili di propinsi Sumatera Utara selama 5-6 Tahun, hal ini dimungkinkan karena para responden adalah lulusan Perguruan Tinggi yang ada di Sumatera Utara.
4.2.2 Profil Proyek dan Pendapatan Individu
A. Intensitas Jenis Proyek yang di Kerjakan
Gambar 14: Intensitas Proyek yang di Kerjakan
Diagram diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki intensitas yang tinggi pada proyek pekerjaan gedung dan jalan. Hal ini mencerminkan persentase proyek dibidang sipil didominasi oleh pekerjaan gedung dan jalan.
B. Jumlah Proposal yang Aktual di Kerjakan
Diagram dibawah ini menunjukan bahwa lebih dari 16 orang melaksanakan pekerjaan berdasarkan proposal yang diajukan sebelumnya. Hal ini dimungkinkan karena persentase responden didominasi oleh orang bekerja pada proyek swasta.
Gambar 15: Jumlah Proposal yang Aktual dikerjakan
C.Pendapatan Aktif di Proyek setiap tahunnya
Gambar 16. Diagram Pendapatan aktif responden setiap tahun
Diagram diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki pendapatan sebesar 37-72 juta rupiah per tahunnya, hal ini memperlihatkan bahwa billing rate insinyur sipil yang cukup aktif di Provinsi Sumatera utara masih sangat minim.
4.2.3. Tingkat Kompetensi Individu
A. Tingkat Kompetensi yang di Miliki
1. Pengetahuan atas keselamatan dan kesehatan kerja
Gambar 17. Pengetahuan atas K3 responden
Diagram diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan atas kesehatan dan keselamatan kerja (K3) baik, hal ini dimungkinkan karena cukup rutinnya pelaksanaan sosialiasi dan pelatihan tentang K3 di provinsi Sumatera Utara.
2. Pengetahuan atas kesesuaian Gambar Kerja dengan lingkungan
Gambar 18. Pengetahuan responden atas kesesuaian gambar kerja dengan lingkungan
Diagram diatas menunjukan bahwa kemampuan responden baik dalam menguasai kesesuaian antara gambar kerja dengan lingkungan.
3. Koordinasi dengan pihak terkait atas pekerjaan pendukung (sampling dan lab testing).
Gambar 19. Kordinasi dengan pihak terkait atas pekerjaan pendukung
Diagram diatas menunjukan bahwa kemampuan responden baik, karena hal ini merupakan ketentuan mendasar yang harus dipahami oleh insinyur sipil untuk dapat bekerja di proyek.
4. Pengetahuan atas scheduling sesuai dengan urutan pelaksanaan
Diagram dibawah menunjukan bahwa tingkat kemampuan para responden dalam mengatur scheduling pekerjaan sesuai dengan urutan pelaksanaan adalah dalam tingkat sedang walau ada 9 responden memiliki pengetahuan yang baik tentang scheduling.
Gambar 20. Kemampuan responden atas scheduling sesuai dengan urutan pelaksanaan
5. Pengetahuan atas kesesuaian gambar kerja dengan metode pelaksanaan
Gambar 21. Pengetahuan responden atas kesesuaian gambar kerja dengan metode pelaksanaan.
Diagram diatas menunjukan bahwa tingkat kemampuan para responden sebanyak 12 orang dalam memahami kesesuaian gambar kerja dengan metode pelaksanaan adalah baik.
Kemampuan mengatasi masalah yang mungkin timbul karena metode pelaksanaan dengan tepat.
Gambar 22. Kemampuan responden mengatasi masalah yang mungkin timbul karena metode pelaksanaan dengan tepat.
Diagram diatas menunjukan kemampuan responden mengatasi masalah dengan tepat dalam pekerjaan yang timbul karena metode pelaksanaan adalah sebanyak 15 orang berkempuan sedang, 5 orang berkemampuan baik, dan 2 orang berkemampuan sangat baik.
Menyiapkan rencana kebutuhan peralatan, material dan tenaga kerja berdasarkan perhitungan volume pekerjaan.
Diagram di bawah ini menunjukan bahwa kemampuan responden dalam menyiapkan rencana kebutuhan peralatan, material dan tenaga kerja dalam suatu proyek adalah sedang sebanyak 13 orang, berkemampuan baik sebanyak 9 orang dan yang berkemampuan sangat baik sebanyak 3 orang.
Gambar 23. Kemampuan responden Menyiapkan rencana kebutuhan peralatan, material dan tenaga kerja berdasarkan perhitungan volume pekerjaan.
8. Mengorganisasi alat, material dan tenaga kerja dan membuat laporan.
Gambar 24. Kemampuan responden Mengorganisasi alat, material dan tenaga kerja dan membuat laporan
Diagram diatas menunjukan bahwa kemampuan responden dalam mengorganisasi alat, material, dan tenaga kerja dan juga dalam pembuatan laporan adalah 9 orang berkemampuan sedang, 14 orang berkemampuan baik dan 5 orang berkemampuan sangat baik .
B. Upaya Meningkatkan Kompetensi
Gambar 25. Upaya meningkatkan kompetensi responden
Diagram diatas menunjukan bahwa ada sebagian besar insinyur Sipil di provinsi Sumatera Utara telah melakukan upaya meningkatkan kemampuan/ kompetensi mereka melalui jejang pendidikan, maupun media informasi seperti internet, televisi dan lainnya sementara terdapat 7 orang yang tidak melakukan peningkatan kompetensi hal ini dapat dilihat dari responden yang berprofesi sebagai pegawai negeri dan beberapa responden yang terkendala dari sisi pembiayaan.
4.2.4 Kesiapan Individu dalam menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015
A. Keinginan untuk bekerja diluar provinsi dan di luar negeri
Gambar 26. Keinginan responden untuk bekerja di luar Provinsi dan di luar negeri
Diagram diatas mennjukan bahwa 17 responden memiliki keinginan untuk bekerja di luar provinsi maupun di luar negeri sedangkan 13 responden tidak ada keinginan untuk bekerja diluar provinsi atau luar negeri.
Pemahaman akan persaingan lapangan pekerjaan di bidang Insinyur Sipil pada AFTA 2015
Gambar 27. Pemahaman responden akan AFTA 2015
Diagram diatas menunjukan bahwa 24 responden memahami bahwa dalam pasar tunggal ASEAN 2015 akan ada persaingan lapangan kerja di bidang Insinyur Sipil.
C. Pemahaman akan Mutual Recognition Arrangement (MRA) on Engineering Service.
Gambar 28. Pemahaman Responden akan MRA
Diagram diatas menunjukan bahwa sebanyak 19 responden memahami Mutual Recognition Arrangement (MRA) on Engineering Service meskipun dari seluruh responden belum ada yang memiliki sertifikat ACPE sebagai prasyarat di Negara ASEAN.
D. Kepemilikan Sertifikat ACPE (Asean Chartered Profession Engineer)
Diagram dibawah ini menunjukan bahwa dari ketigapuluh tidak ada yang memiliki sertifikat ACPE. Hal ini dimungkinkan minimnya sosialisasi serta penyelenggaraan sertifikasi ACPE di Sumatera Utara.
Gambar 29. Kepemilikan sertifikat ACPE
E. Dorongan dari perusahaan tempat bekerja untuk kepemilikan sertifikat ACPE.
Gambar 30. Dorongan perusahaan untuk kepemilikan sertifikat ACPE
Dari diagram diatas terlihat bahwa 13 responden menyatakan mendapatkan dorongan dari perusahaan dalam hal kepemilikan sertifikat ACPE ini dilakukan oleh Badan Usaha yang umumnya bekerja disektor swasta. Sementara 17 responden tidak mendapatkan dorongan dari perusahaan karena sebahagian dari responden adalah pegawai negeri dan dosen serta yang bekerja di proyek pemerintah.
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Dari hasil Survey dan Focus Group Discussion serta Kuisioner, diperoleh beberapa kesimpulan:
Dari aspek pengetahuan (bakuan kompetensi / akademik), secara umum insinyur Sipil di Sumatera Utara cukup kompeten dan mampu menghadapi tantangan di menghadapi pasar tunggal AFTA 2015.
Pasar tunggal AFTA 2015 bukan sesuatu yang menakutkan bagi para insinyur di Sumut, justru merupakan peluang bagi para insinyur untuk mengambil peran karena pasar konstruksi semakin luas.
Merujuk kepada besaran imbal jasa bagi insinyur sipil di Sumatera Utara yang dinilai masih sangat minim mengakibatkan sesuatu yang tidak menarik bagi para insinyur dari negara lain.
Para insinyur sipil Sumatera Utara belum dikenal (unrecognize) di negara lain karena belum memiliki sertifikat ASEAN (ACPE) yang berdasarkan data masih sangat minim jumlahnya di Indonesia khususnya di Sumatera Utara.
Pengembangan kompetensi yang berkesinambungan (CPD) relatif sangat minim dilakukan oleh para insinyur sipil di Sumatera Utara, karena dalam kenyataannya imbal jasa (billing rate) insinyur sipil masih sangat minim disamping kontrak kerja insinyur sipil efektif hanya 4-6 bulan pertahun.
Rekomendasi
Kepada Pemerintah selaku Pembina:
Melaksanakan dengan segera pelatihan untuk mendapatkan sertifikat ACPE yang dibiayai oleh pemerintah.
Melaksanakan pelatihan pengembangan sumber daya manusia berstandart internasional seperti pelatihan leadership, hukum kontrak internasional (standard FIDIC) yang dibiayai oleh pemerintah
Menetapkan standart remunerasi (billing rate) keahlian insinyur yang lebih baik.
Mendorong pemerintah untuk menerbitkan dan mengupdate data base tentang proyek-proyek skala internasional yang ada di ASEAN.
Kepada LPJK:
Mendorong LPJK untuk membuat database tentang peraturan yang bersifat Internasional melalui website LPJK
Mendorong LPJK membuat kerjasama dengan institusi Konstruksi se ASEAN untuk melakukan pemagangan bagi insinyur
Mendorong LPJK untuk menerbitkan regulasi tentang standart kompetensi keinsinyuran.
Kepada Asosiasi Profesi:
Mendorong Asosiasi Profesi untuk melaksanakan program pelatihan / pembekalan yang berkelanjutan (CPD).
Mendorong Asosiasi Profesi untuk bekerjasama dengan Asosiasi Profesi yang ada di ASEAN untuk mempromosikan tenaga-tenaga insinyur.