Tuesday, May 28, 2013

Matriks UUJK 18-1999 dgn RUJK-2013


Berikut adalah matriks berbentuk tabel berisikan perbandingan antara UU No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dengan RUU RI tentang Jasa Konstruksi tahun 2013.

NO
UU NO. 18 tahun 1999
RUU JAKON 2013
1
Ketentuan Umum:

Pasal 1 

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan 
1.       jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi; 
3.       pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi; 

Ketentuan Umum:

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.       Jasa konstruksi adalah layanan jasa pekerjaan konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pembuatan,  pengoperasian, pemeliha-raan, penghancuran, pembuatan kemba-li, dan pengawasan.
3.       Pengguna jasa adalah pemberi atau pemilik pekerjaan konstruksi yang memerlukan layanan jasa konstruksi.

2
Azas:
Pasal 2

Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. 

Azas:
Pasal 2

Penyelenggaraan jasa konstruksi berlandas-kan pada asas:
a.    kejujuran dan keadilan;
b.    manfaat;
c.    kesetaraan;
d.    keserasian;
e.    keseimbangan;
f.     kemandirian;
g.    keterbukaan;
h.    kemitraan;
i.      keamanan dan keselamatan;
j.     kebebasan;
k.    pembangunan berkelanjutan; dan
l.      berwawasan lingkungan.

3
Tujuan Penyelenggaraan Kegiatan Kons-truksi:

Pasal 3

Pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk:
·     memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; 
·     mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;  mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.

Tujuan Penyelenggaraan Kegiatan Kons-truksi:

Pasal 3

Pengaturan penyelenggaraan Jasa konstruk-si bertujuan untuk:
a.   memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas;
b.   mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.   mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi;
d.   menata sistem jasa konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun;
e.   menjamin tata kelola penyelenggaraan jasa konstruksi yang baik; dan
f.    menciptakan integrasi nilai seluruh layanan dari tahapan penyelenggaraan jasa konstruksi.


NO
UU NO. 18 tahun 1999
RUU JAKON 2013
4










Bentuk Usaha Jasa Konstruksi:

BAB I KETENTUAN UMUM 
Pasal 1 

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan
2. pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain; 
4.   penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi; 
9.       perencana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan atau bentuk fisik lain; 
10.     pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain; 
11.    pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan. 


Pasal 4 

1.   Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi,   usaha  pelaksanaan  konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing dilaksanakan oleh perencana  konstruksi, pelaksana konstruksi, dan  pengawas konstruksi. 
2.   Usaha  perencanaan  konstruksi mem-berikan  layanan  jasa perencanaan  dalam  pekerjaan  konstruksi  yang   meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari  studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi. 
3.   Usaha  pelaksanaan  konstruksi  memberikan  layanan   jasa pelaksanaan  dalam  pekerjaan  konstruksi  yang   meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan  mulai dari  penyiapan  lapangan sampai dengan  penyerahan  akhir hasil pekerjaan konstruksi. 
4.   Usaha pengawasan  konstruksi  memberikan  layanan  jasa pengawasan  baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan  konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil konstruksi. 

 Pasal 5 

1.   Usaha jasa konstruksi dapat berbentuk orang perseorangan atau badan usaha. 
2.    Bentuk  usaha  yang  dilakukan  oleh  orang   perseorangan sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  selaku   pe-laksana konstruksi  hanya dapat melak-sanakan pekerjaan  konstruksi yang  berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil. 
3.   Bentuk usaha  yang dilakukan oleh orang perseorangan  sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) selaku perencana  konstruksi  atau pengawas  konstruksi  hanya dapat  melaksanakan  pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya. 
4.   Pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan. 
Pasal  6 

Bidang usaha jasa konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau mekanikal dan/atau elektrikal dan/atau tata lingkungan, masing-masing beserta keleng-kapannya. 

Pasal  7 

Ketentuan tentang jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), bentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 

Pasal 8 

Perencana   konstruksi,   pelaksana  konstruk-si, dan pengawas konstruksi yang berbentuk badan usaha harus 
a. memenuhi  ketentuan  tentang perizinan usaha di bidang jasa konstruksi; 
b. memiliki  sertifikat, klasifikasi, dan kualifi-kasi  perusahaan jasa konstruksi. 

 Pasal  9

1.   Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keahlian. 
2.   Pelaksana konstruksi  orang  perseorangan  harus memiliki sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja. 
3.   Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana  konstruksi  atau pengawas konstruksi  atau  tenaga tertentu   dalam  badan  usaha  pelaksana  konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian. 
4.   Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian kerja. 

Pasal 10 

Ketentuan mengenai penyelenggaraan peri-zinan usaha,  klasifikasi usaha, kualifikasi usaha, sertifikasi keterampilan, dan  sertifikasi keahlian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 
 Pasal 11 

1.   Badan  usaha  sebagaimana dimaksud dalam Pasal  8  dan  orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya. 
2.   Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum. 

Untuk mewujudkan terpenuhinya tanggung jawab  sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) dan ayat (2) dapat  ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan  ketentuan.

Pasal 12 

1.    Usaha jasa konstruksi dikembangkan untuk mewujudkan  struktur usaha yang kokoh dan efisien melalui kemitraan yang  sinergis antara  usaha  yang besar, menengah, dan kecil serta  antara usaha   yang  bersifat  umum,  spesialis,  dan  keterampilan terten-tu. 
2.   Usaha perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi dikembangkan  ke arah usaha yang bersifat umum dan spesialis. 
3.   Usaha  pelaksanaan konstruksi dikembang-kan ke arah: 
a.   usaha yang bersifat umum dan spesialis; 
b.   usaha orang perseorangan yang berke-terampilan kerja. 

Pasal 13
Untuk  mengembangkan  usaha jasa konstruksi  diperlukan  dukungan dari mitra usaha melalui: 
1.   perluasan dan peningkatan akses terhadap sumber pendanaan, serta kemudahan persyaratan dalam pendanaan, 
2.   pengembangan jenis usaha pertanggungan untuk mengatasi risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari  kegagalan bangunan.
Bentuk Usaha Jasa Konstruksi:

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
2.       Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang menghasilkan bentuk fisik atau nonfisik konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancang-an, pembuatan, pengoperasian, peme-liharaan, penghancuran, pembuatan kembali, dan pengawasan;
4.       Penyedia jasa adalah pemberi layanan jasa konstruksi.

Pasal 14

(1)     Bidang usaha jasa konstruksi didasarkan pada klasifikasi produk konstruksi yang meliputi:
a.   konstruksi gedung;
b.   konstruksi bangunan sipil; dan
c.   konstruksi khusus;
(2) Ketentuan mengenai klasifikasi dan subklasifikasi produk konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15

Bidang usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) meliputi:
a.   pengkajian;
b.   perencanaan;
c.   perancangan;
d.   pembuatan;
e.   pengoperasian;
f.    pemeliharaan;
g.   penghancuran;
h.   pembuatan kembali; dan/atau
i.     pengawasan.

Pasal 16

Usaha jasa konstruksi berbentuk usaha orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

Pasal 17

(1)  Klasifikasi usaha jasa konstruksi diatur sesuai dengan bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15.
(2) Ketentuan mengenai klasifikasi usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 18

(1) Kualifikasi usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 terdiri atas:
a.   usaha kecil; dan
b.   usaha menengah.
(2)     Kualifikasi usaha badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 terdiri atas:
a. usaha kecil;
b. usaha menengah; dan
c.  usaha besar.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

(1)    Usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan konstruksi yang:
a.       berisiko kecil;
b.       berteknologi sederhana; dan
c.       berbiaya kecil.
(2)    Usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya.

Pasal 20

Usaha kecil atau menengah yang berbadan hukum dan yang tidak berbadan hukum hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan konstruksi yang:
a. berisiko kecil sampai sedang;
b. berteknologi sederhana sampai madya; dan
c. berbiaya kecil sampai sedang.

Pasal 21

Usaha besar atau badan usaha asing yang berbadan hukum dan perorangan asing, hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan konstruksi yang:
a. berisiko besar;
b. berteknologi tinggi; dan atau
c. berbiaya besar.

Pasal 22

Ketentuan mengenai kriteria risiko, teknologi, dan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 23

Usaha jasa konstruksi yang dilakukan orang perseorangan dan badan usaha wajib memiliki izin usaha.

Pasal 24

Izin usaha hanya diberikan kepada usaha orang perseorangan atau badan usaha yang telah memiliki sertifikat sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi usaha serta telah teregistrasi.

Pasal 25

(1)    Izin usaha jasa konstruksi baik kepada usaha orang perseorangan maupun
badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 diberikan oleh pemerintah daerah di tempat domisili usaha dan badan usaha.
(2)    Ketentuan mengenai pengaturan lzin usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 26

(1)    Sertifikasi klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa konstruksi diberikan oleh Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi.
(2)    Usaha orang perseorangan dan badan usaha yang telah mendapat sertifikat, diregistrasi Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi.
(3) Data hasil sertifikasi dan registrasi terhadap usaha orang perseorangan dan badan usaha di bidang jasa konstruksi diumumkan melalui suatu sistem informasi jasa konstruksi.

Pasal 27

(1)    Badan usaha asing dan perseorangan asing yang melakukan usaha jasa konstruksi di wilayah Indonesia wajib:
a.   memiliki sertifikasi usaha dan izin usaha di Indonesia;
b.   membentuk kerja sama operasional dan/atau kerja sama modal dengan badan usaha nasional berkualifikasi besar yang telah disertifikasi dan diregistrasi;
c.   mengutamakan lebih banyak tenaga kerja Indonesia daripada tenaga kerja asing;
d.   memiliki teknologi tinggi, mutakhir, efisien, berwawasan lingkungan, serta memperhatikan kearifan lokal; dan
e.       melakukan proses alih teknologi.
(2)    Kepemilikan saham oleh badan usaha asing dan perseorangan asing dalam pembentukan kerja sama modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.




NO
UU NO. 18 tahun 1999
RUU JAKON 2013

5

Pengikatan Pekerjaan Konstruksi:

BAB I KETENTUAN UMUM 
Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan 
5.   kontrak kerja  konstruksi  adalah  keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; 



Pengikatan Pekerjaan Konstruksi:

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
5.     Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Pasal 14 

 Para  pihak dalam pekerjaan konstruksi terdiri dari: 
 a. pengguna jasa; 
 b. penyedia jasa. 

 Pasal 15 

1.   Pengguna  jasa  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14  huruf  a, dapat menunjuk wakil untuk melaksanakan kepentingannya  dalam pekerjaan konstruksi. 
2.   Pengguna jasa harus memiliki  kemampuan membayar biaya pekerjaan konstruksi yang didukung dengan dokumen  pembuktian dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bank. 
3.   Bukti  kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat  (2) dapat  diwujudkan  dalam bentuk lain yang  disepakati  dengan mempertimbangkan lokasi, tingkat komplek-sitas, besaran  biaya, dan/atau  fungsi ba-ngunan yang dituangkan  dalam  perjanjian tertulis antara pengguna jasa dan penyedia jasa. 
4.   Jika pengguna  jasa  adalah  Pemerin-tah,  pembuktian kemampuan  untuk  mem-bayar diwujudkan dalam  dokumen  tentang ketersediaan anggaran. 
5.   Pengguna jasa harus memenuhi keleng-kapan yang  dipersyaratkan untuk melak-sanakan pekerjaan konstruksi. 

 Pasal 16 

1.   Penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b terdiri dari: 
a.   perencana konstruksi; 
b.   pelaksana konstruksi; 
c.   pengawas konstruksi. 
2.   Layanan jasa yang dilakukan oleh penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tiap-tiap  penyedia jasa secara terpisah dalam pekerjaan konstruksi. 
3.   Layanan jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dapat dilakukan secara terintegrasi dengan memperhatikan besaran pekerjaan atau biaya, penggunaan teknologi canggih, serta risiko besar bagi para pihak ataupun kepentingan umum dalam satu pekerjaan konstruksi. 

Pasal  17 

1.   Pengikatan  dalam  hubungan kerja jasa konstruksi  dilakukan berdasarkan  prinsip persaingan yang sehat melalui  pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas. 
2.   Pelelangan  terbatas hanya boleh diikuti oleh  penyedia  jasa yang dinyatakan telah lulus prakualifikasi. 
3.   Dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau penunjukan langsung. 
4.   Pemilihan  penyedia  jasa  harus  mempertimbangkan   kesesuaian bidang, keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja,  serta kinerja penyedia jasa. 
5.   Pemilihan  penyedia  jasa hanya boleh diikuti  oleh  penyedia jasa  yang  memenuhi persyaratan sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 8 dan Pasal 9. 
6.   Badan-badan usaha yang dimiliki oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada pada kepengurusan yang sama tidak boleh  mengikuti pelelangan untuk satu pekerjaan  konstruksi secara bersamaan. 

 Pasal 18 

1.   Kewajiban pengguna jasa dalam pengikatan mencakup: 
a.   menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat ketentuan-ketentuan secara lengkap, jelas dan benar serta dapat dipahami; 
b.   menetapkan  penyedia  jasa secara tertulis  sebagai  hasil pelaksanaan pemilihan. 
2.   Dalam pengikatan, penyedia jasa wajib menyusun dokumen penawaran berdasarkan prinsip keahlian untuk disampaikan kepada pengguna jasa. 
3.   Dokumen  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan  ayat (2)  bersifat mengikat  bagi kedua pihak dan salah satu pihak  tidak  da-pat mengubah  dokumen  tersebut  secara  sepihak  sampai   dengan penandatanganan kontrak kerja konstruksi. 
4.   Pengguna jasa  dan  penyedia  jasa  harus  menindaklanjuti penetapan tertulis sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan   suatu   kontrak kerja  konstruksi   untuk   menjamin terpenuhinya  hak  dan  kewajiban para pihak  yang  secara adil  dan seimbang   serta   dilandasi   dengan   itikad   baik   dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

 Pasal 19 

Jika pengguna  jasa mengubah  atau membatalkan  penetapan tertulis,   atau penyedia  jasa   mengundurkan  diri setelah diterbitkannya  penetapan  tertulis  sebagai-mana  dimaksud  dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b, dan hal tersebut terbukti  menimbulkan kerugian  bagi  salah satu pihak, maka pihak yang  mengubah  atau membatalkan  pene-tapan,  atau mengundurkan diri  wajib  dikenai ganti rugi atau bisa dituntut secara hukum. 

 Pasal 20 

Pengguna jasa dilarang memberikan pekerjaan kepada penyedia  jasa yang terafiliasi untuk mengerjakan satu pekerjaan konstruksi pada lokasi  dan dalam kurun waktu yang sama tanpa melalui  pelelangan umum ataupun pelelangan terbatas. 

 Pasal 21 

(1)  Ketentuan mengenai pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,  kewajiban  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  18,  dan pembatalan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 berlaku  juga dalam pengikatan antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa. 
(2)  Ketentuan mengenai tata cara pemilihan penyedia jasa sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 17, penerbitan dokumen dan penetapan  penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal  18 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 

Pasal 22

(1)     Pengaturan  hubungan  kerja  berdasarkan  hukum   sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  18 ayat (3)  harus  dituangkan  dalam kontrak kerja konstruksi.
(2)     Kontrak kerja  konstruksi sekurang-kurang-nya  harus  mencakup uraian mengenai: 
a.   para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak; 
b.   rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan; 
c.   masa  pertanggungan  dan/atau  pemeliharaan,  yang  memuat tentang  jangka waktu pertanggungan dan/atau  pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa; 
d.   tenaga ahli,  yang  memuat  ketentuan  tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi; 
e.   hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi. 
f.    cara  pembayaran, yang memuat ketentuan tentang  kewajiban pengguna  jasa dalam melakukan pembayaran hasil  pekerjaan konstruksi; 
g.   cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam  hal salah satu pihak tidak  melaksanakan  kewajiban sebagaimana diperjanjikan; 
h.   penyelesaian  perselisihan, yang memuat ketentuan  tentang tata cara penyelesaian perselisihan  akibat ketidaksepakatan; 
i.     pemutusan  kontrak kerja konstruksi, yang memuat  ketentuan tentang  pemutusan  kontrak kerja  konstruksi  yang  timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak; 
j.    keadaan memaksa (force majeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. 
k.   kegagalan bangunan, yang  memuat ketentuan tentang kewajiban  penyedia  jasa  dan/atau  pengguna  jasa  atas kegagalan bangunan; 
l.     perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan  keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial; 
m. aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan. 
(3)    Kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual;
(4)    Kontrak kerja konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif. 
(5)    Kontrak  kerja  konstruksi untuk  kegiatan pelaksanaan  dalam pekerjaan  konstruksi, dapat memuat  ketentuan  tentang  sub penyedia jasa serta pemasok bahan dan atau komponen  bangunan dan atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku. 
(6)    Kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak kerja konstruksi dengan pihak asing, maka dapat dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. 
(7)    Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (2) berlaku  juga  dalam  kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dengan subpenyedia jasa. 
(8)    Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi   sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (2),  hak  atas  kekayaan   intelektual sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3),  pemberian   insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan mengenai pemasok  dan/ atau  komponen bahan bangunan dan/atau peralatan  sebagai-mana dimaksud  pada ayat (5) diatur lebih lanjut dengan  peraturan pemerintah. 

Pasal 28

(1)  Para pihak dalam pekerjaan konstruksi terdiri dari:
a.       Pengguna jasa; dan
b.       penyedia jasa.
(2)     Pengguna jasa dan penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. orang perseorangan; atau
b. badan.

Pasal 29

Ketentuan mengenai pengikatan antara para pihak sebagaimana dimaksud daIam Pasal 28 berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali dinyatakan lain dalam Undang-Undang ini.

Pasal 30

(1)    Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi bagi pekerjaan konstruksi yang menggunakan pembiayaan yang bersumber dari keuangan negara, dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas.
(2)    Pelelangan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang dinyatakan telah lulus prakualifikasi.
(3) Penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau penunjukan langsung dalam keadaan:
a.   penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat;
b.   pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh penyedia jasa yang sangat terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak;
c.   pekerjaan yang perlu dirahasiakan, yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara; dan
d.   pekerjaan yang berskala kecil.
(4) Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan:
a.   kesesuaian bidang;
b.   keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja; dan
c.   kinerja penyedia jasa.
(5) Pemilihan penyedia jasa hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25.
(6) Badan-badan usaha yang dimiliki oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada pada kepengurusan yang sama dilarang mengikuti pelelangan untuk satu pekerjaan konstruksi secara bersarmaan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa, mekanisme pemilihan penyedia jasa dan penetapan penyedia jasa dalam hubungan kerja jasa konstruksi yang menggunakan dana/keuangan /anggaran negara diatur dalam Per-aturan Pemerintah.

Pasal 31

Pengguna jasa dilarang memberikan pekerjaan konstruksi untuk pembangunan kepentingan umum kepada penyedia jasa yang terafiliasi tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas.

Pasal 32

(1)    Pengaturan hubungan kerja berdasarkan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi.
(2)    Bentuk kontrak kerja konstruksi dapat mengikuti perkembangan kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 33

(1)    Kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai:
a.   para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak;
b.   rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan;
c.   masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa;
d.   tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi;
e.   hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi;
f.    cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi, termasuk di dalamnya jaminan atas pembayaran;
g.   cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanji-kan;
h.  penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;
i.    pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;
j.    keadaan memaksa yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
k.   kegagalan pekerjaan konstruksi dan kegagalan bangunan yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan/atau pengguna jasa atas kegagalan pekerjaan konstruksi dan kegagalan bangunan dan jangka waktu pertanggung-jawaban kegagalan bangunan;
l.    perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
m. perlindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, yang memuat kewajiban para pihak dalam hal terjadi kegagalan konstruksi yang menimbulkan kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian orang-orang di luar tenaga kerja;
n.  aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan; dan
o.   jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari kegagalan pekerjaan konstruksi.
(2)    Selain ketentuan sebagaimana di-maksud pada ayat (1), kontrak kerja konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif.

Pasal 34

Selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.

Pasal 35

(1)    Selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi, dapat memuat ketentuan tentang subpenyedia jasa serta pemasok bahan dan/atau komponen bangunan dan/atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku.
(2)    Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 berlaku juga dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dengan subpenyedia jasa.
Pasal 36

(1)    Kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2)    Dalam hal kontrak kerja konstruksi dilakukan dengan pihak asing, dapat dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Pasal 37

Ketentuan lebih lanjut mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), pemberian insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2), hak atas kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dan mengenai pemasok dan/atau komponen bahan bangunan dan/atau peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, diatur dalam Peraturan Pemerintah.


Dari UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan RUU Jasa Konstruksi di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1.   Jumlah pasal pada UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi adalah 46 pasal dan pada RUU Jasa Konstruksi berjumlah 97 pasal, termasuk didalamnya pasal mengenai Ketentuan Peralihan dan pasal mengenai Ketentuan Penutup.
2.   Kedua undang-undang memiliki kesamaan pada Pasal 1, yakni mengenai Ketentuan Umum. Ketentuan Umum pada UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi ada 11 definisi sedangkan pada RUU Jasa Konstruksi berjumlah 15 definisi.
3.   Pada UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi tidak ada pasal khusus mengenai Sumber Daya Manusia, tetapi dibahas pada RUU Jasa Konstruksi.
(Berikut tabel yang berisikan bahasan mengenai isi UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan RUU Jasa Konstruksi)

No comments:

Post a Comment