Tuesday, May 28, 2013

Kajian Gapeksindo_Draft RUJK-2013


Lambang Gapeksindo 1


KAJIAN
GABUNGAN PERUSAHAAN KONSTRUKSI NASIONAL INDONESIA
(GAPEKSINDO)
ATAS
DRAFT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG JASA KONSTRUKSI TAHUN 2013

A.      PENDAHULUAN:

"Jasa Konstruksi" adalah salah satu usaha dalam sektor ekonomi yang berhubungan dengan suatu perencanaan atau pelaksanaan dan atau pengawasan suatu kegiatan konstruksi, untuk membentuk suatu bangunan atau bentuk fisik lain yang dalam pelaksanaan penggunaan atau pemanfaatan bangunan tersebut menyangkut kepentingan dan keselamatan masyarakat pemakai/pemanfaat bangunan tersebut, tertib pembangunannya serta kelestarian lingkungan hidup, sesuai dengan definisi yang tercantum dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1999.

Dalam konteks mewujudkan visi dan misi pembangunan Indonesia, proses implementasi jasa konstruksi selalu berhubungan dengan aktifitas penyediaan dan pengelolaan aset bangunan fisik, baik dalam bentuk infrastruktur dasar seperti jaringan jalan, perumahan, pemukiman maupun gedung-gedung serta bangunan industri. Kegiatan penyediaan dan pengelolaan aset bangunan fisik ini akan menggerakan aktifitas ekonomi yang digerakan oleh aktifitas jasa konstruksi. Hasil dari aktifitas tersebut akan menghasilkan produk bangunan yang menjadi salah satu indikator utama daya saing bangsa.

Kerangka teoritis konstruksi pada dasarnya terdiri atas usaha (industri) dan pengusahaan (tata niaga) dari suatu produk konstruksi. Modalitas dari sektor konstruksi adalah permodalan, sumber daya manusia, teknologi dan model proses bisnis serta informasi, akses pasar, sistem transaksi dan penjaminan kualitas, sistem kontrak, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jasa konstruksi.

Penataan peraturan perundang-undangan untuk sektor jasa konstruksi merupakan bagian penting dan proses pengelolaan sektor konstruksi. Oleh karena itu sejak tahun 1999 kita telah memiliki undang-undang yang berkenaan dengan jasa konstruksi yakni UU No. 18 tahun 1999. Berdasarkan Pasal 3 pada undang-undang tersebut, disebutkan bahwa pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk:
·     Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; 
·     Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.

Secara kontekstual akibat perubahan yang terjadi di tingkat masyarakat dan iklim usaha, beberapa ketentuan di dalam Undang-Undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi perlu memperhatikan perkembangan jasa konstruksi di tingkat global. Salah satunya terkait dengan aspek pembagian bidang usaha ASMET (Arsitek, Sipil, Mekanikal, Elektrikal, dan Tata Lingkungan) yang tertera dalam undang-undang tersebut. Pada tingkat global sesuai standar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) usaha jasa konstruksi dibagi berdasarkan Central Product Classification (CPC).

Aspek lain dari rencana pengubahan UU No. 18 Tahun 1999 yang telah 14 tahun kita pergunakan, oleh Komisi V DPR RI, adalah penyempurnaan masalah pada apek tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia akibat dari liberalisasi perdagangan dunia, aspek kegagalan bangunan, aspek kegagalan pekerjaan konstruksi, aspek Penilai Ahli, aspek akreditasi dan sertifikasi, aspek kontrak, aspek sumber daya manusia, aspek mata rantai sub-penyedia jasa/industri konstruksi, dan aspek-aspek lainnya yang mengikuti kekinian jasa konstruksi. Untuk itu diperlukan pendalaman kajian untuk dapat melakukan perubahan regulasi jasa konstruksi di Indonesia.

B.  DASAR TELAAH:

Sektor jasa konstruksi menjadi arena pertemuan antara penyedia jasa dan pengguna jasa, dan mempunyai posisi strategis sebagai pendukung tercapainya pembangunan nasional. Konstribusi sektor jasa konstruksi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai nilai 10,3% pada triwulan II tahun 2012, atau meningkat senilai 211 trilyun (data BPS). Sektor jasa konstruksi sebagai penyumbang keenam terbesar PDB pada tahun 2011, naik 6,7% dibanding tahun 2010, menjadi Rp. 756 trilyun. Pada tahun 2012 pertumbuhan perekonomian nasional 6,2% sementara sektor jasa konstruksi 6,507% (di atas rata-rata pertumbuhan nasional). Di sisi lain penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi pada tahun 2011 adalah 5,7 juta  – 7,2 juta pekerja dan pada tahun 2012 sebesar 6,3 juta – 7,5 juta pekerja, sementara penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi sebelum tahun 1999 (diberlakukannya Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi) dibawah 2,4 juta pekerja (3% dari angkatan kerja). *lihat data bps terlampir  

Hal ini menempatkan sektor jasa konstruksi menjadi salah satu sektor strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional, sehingga perubahan regulasi di sektor ini hendaknya menjadi sebuah aspek “keberhati-hatian” (bukan sektor yang layak dipertaruhkan dalam konotasi spekulatif/lihat tinjauan grafik ekonomi pra Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18 tahun 1999 dan pada periode Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18 Tahun 1999)

Berdasarkan pendapat Komisi V DPR RI, penyelenggaraan jasa konstruksi masih terdapat banyak permasalahan, baik disisi pembangunan, kelembagaan, akreditasi dan sertifikasi, pembinaan (pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan) serta penegakan hukum. Hal ini menjadi salah satu urgensi perubahan UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang dilakukan oleh Komisi V DPR RI.

RUU tentang perubahan atas UU yang mengatur jasa konstruksi ini adalah salah satu RUU inisiatif DPR RI dalam prolegnas (program legislasi nasional) tahun 2010-2014 dan menjadi salah satu prioritas untuk dibahas oleh Komisi V DPR RI dalam masa sidang 2013.

Poin-poin penyempurnaan yang dilakukan oleh Komisi V DPR RI pada RUU ini, bila diperhatikan, menyentuh 15 aspek yang ada pada UU No. 18 Tahun 1999, diantaranya adalah aspek pengusaha jasa konstruksi, aspek kegagalan konstruksi, jaminan pembiayaan, pengembangan teknologi, kelembagaan, partisipasi masyarakat dan penyelesaian sengketa. Meskipun dalam daftar Prolegnas RUU prioritas tahun 2013 dengan judul RUU tentang Perubahan atas UU No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, namun dari sisi perencanaan peraturan perundang-undangan, perubahan UU ini cenderung pada arah penggantian.

Oleh karena itu pada awal Bulan Maret 2013, DPP Gapeksindo telah mengeluarkan sebuah surat tugas kepada tim kecil di lingkungan Gapeksindo untuk menelaah masalah draft RUU Jasa Konstruksi yang digodok oleh Komisi V DPR RI dimaksud, berdasarkan Surat Keputusan DPP Gapeksindo No. 01/SK/DPP/III/2012 tentang Pembentukan Tim Pengkajian RUU Jasa Konstruksi Gapeksindo.

Kajian mencakup hal-hal berikut ini:
Pertama, Korelasi antara UUD 1945 dan perundangan lainnya dengan draft RUU Jasa Konstruksi,
Kedua,    Matriks antara draft RUU Jasa Konstruksi dengan UU No. 18 Tahun 1999 ten-tang Jasa Konstruksi,
Ketiga,     Masukan dan saran hasil pengkajian guna dibahas dalam Rapat Pengurus Harian DPP Gapeksindo yang akan memberikan masukan kepada Lembaga-Lembaga terkait.

C.  RISALAH KAJIAN:

1.      UUD 1945 (amandemen ke-4), khususnya pada
·     Pasal 28:
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
·     Pasal 28E:
Ayat (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menya- takan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Ayat (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan me-ngeluarkan pendapat.
·     Pasal 28F:
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
2.      Undang Undang Republik Indonesia No. 18 tahun 1999 tentang jasa konstruksi.
3.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2005 mengenai Jaminan Hak-Hak Sipil dan Politik.
4.      Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 tahun 2008 tentang perubahan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
5.      Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1995 tentang Perlindungan Usaha Kecil dan Menengah.
6.      Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
7.      Undang Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
8.      Undang Undang Republik Indonesia No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Masalah Penyelesaian Sengketa.
9.      Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2010 jo PP No. 92 tahun 2010 tentang perubahan atas PP No. 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.
10.   Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.
11.   Peraturan Pemerintah No. 59 tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
12.   Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
13.   Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi, dan
14.   Peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
15.   Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gapeksindo.
16.   Hasil keputusan rapat terbatas pengurus harian DPP Gapeksindo tanggal 5 Maret 2013 untuk pembentukan Tim Pengkaji RUU Jasa Konstruksi.
17.   Surat Keputusan DPP Gapeksindo No. 01/SK/DPP/III/2012 tentang Pembentukan Tim Pengkajian RUU Jasa Konstruksi Gapeksindo.

D.  HASIL KAJIAN:

d.1 Korelasi antara UUD 1945 dan perundangan lainnya dengan draft RUU Jasa Konstruksi:

Pengertian konstitusi (UUD) menurut K. C. Wheare: konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraaan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur/memerintah dalam pemerintahan suatu negara. Sedangkan menurut Herman Heller, konstitusi mempunyai arti lebih luas daripada UUD. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga bersifat sosiologis dan politis.

Sementara itu, syarat–syarat konvensi dari sebuah undang-undang adalah:
1.      Diakui dan dipergunakan berulang–ulang dalam praktik penyelenggaraan negara.
2.      Tidak bertentangan dengan UUD 1945.
3.      Memperhatikan pelaksanaan UUD 1945.


Kedudukan UUD 1945 yaitu:
1.      Dengan adanya UUD 1945, penguasa dapat mengetahui aturan/ketentuan pokok mendasar mengenai ketatanegaraan.
2.      Sebagai hukum dasar.
3.      Sebagai hukum yang tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan syarat–syarat konvensi dan kedudukan dari UUD 1945 di atas maka pasal demi pasal dari RUU RI tentang Jasa Konstruksi harus dikorelasikan terhadap keberadaan dari UUD 1945 serta peraturan perundangan lainnya. Dari kajian kami dapat dinyatakan bahwa RUU RI tentang Jasa Konstruksi terbaru yang kami dalami belum ditemukan hal-hal yang bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Walau demikian sebagai perbandingan kita lihat adanya perbedaan antara UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dengan RUU Jasa Konstruksi dimana apa yang tertulis:

Pada UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi:
Mengingat:
Pasal  5  ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan  Pasal  33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 

Pada RUU Jasa Konstruksi:
Mengingat:
Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Maka pada RUU Jasa Konstruksi dibuang Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; Pasal 33 dari UUD 1945 (amandemen ke-4, semangat reformasi) itu sendiri berbunyi:
(1)   Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(4)   Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Oleh karenanya diusulkan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) ini menjadi roh dalam RUU Jasa Konstruksi, sehingga menjadi:
Mengingat:
Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

d.2   Matriks antara draft RUU Jasa Konstruksi dengan UU No. 18 Tahun 1999 ten-tang Jasa Konstruksi:

Undang-Undang sebagai fungsi hukum tentu diharapkan berlaku dalam jangka waktu panjang dan tidak mudah usang dihadapkan dengan perkembangan masyarakat. Ketentuan cara perubahan yang sulit dimaksudkan agar perubahan undang-undang dilakukan dengan pertimbangan yang benar-benar matang, bukan pertimbangan sederhana apalagi hanya karena keinginan atau kepentingan kelompok tertentu. Mekanisme khusus juga dimaksudkan agar dalam proses perubahan undang-undang memberikan ruang dan waktu yang memadai bagi masyarakat jasa konstruksi untuk menyampaikan pandangan dan terlibat dalam diskursus publik.

Dengan demikian, undang-undang akan benar-benar terwujud sebagai kesepakatan bersama seluruh stakeholders, bukan produk elit politik semata. Karena itu, usulan perubahan undang-undang harus dilandasi oleh pemikiran mendasar dan penting (secara filosofis dan sosiologis). Pemikiran mendasar dimaksudkan bahwa perubahan tersebut dilandasi oleh perubahan mendasar yang terjadi di masyarakat atau perubahan tersebut benar-benar dibutuhkan untuk memperbaharui tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan juga harus bersifat penting, artinya tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan selain melalui perubahan secara formal.

L. J. Van Apeldoorn, seorang profesor berkebangsaan Belanda, di dalam bukunya yang terjemahannya sudah dicetak 21 kali, berjudul “Pengantar Ilmu Hukum” yang merupakan salah satu literatur utama bagi mahasiswa-mahasiswa Fakultas Hukum di Indonesia, menyatakan bahwa:
“Hukum pada masa ini dan hukum pada masa lampau merupakan satu kesatuan. Itu berarti bahwa kita dapat mengerti hukum kita pada masa kini, hanya dengan penyelidikan sejarah; bahwa mempelajari hukum secara ilmu pengetahuan harus bersifat juga mempelajari sejarah. Azas dari segala penyelidikan keilmuan ialah bahwa memperoleh pengertian tentang gejala-gejala tak akan mungkin dengan tiada mengetahui hubungan-hubungannya.”

(Berikut adalah matriks berbentuk tabel berisikan perbandingan antara UU No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dengan RUU RI tentang Jasa Konstruksi tahun 2013)

No comments:

Post a Comment