Tuesday, August 16, 2011

Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah

3. PROSPEK PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI

3.1. Kondisi Jasa Konstruksi Nasional

Jasa Konstruksi merupakan bidang usaha yang banyak diminati oleh anggota masyarakat di berbagai tingkatan dan latar belakang sosial sebagaimana terlihat dari makin besarnya jumlah badan usaha (BU) yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi pada tahun 2008 tercatat pada data STI-LPJK, 116.000 BU yang terdiri dari golongan kecil 104.525 BU, menengah 10.710 BU, dan besar 765 BU dan pada tahun 2011 tumbuh menjadi 170.170 BU terdiri dari golongan kecil 151.400 BU, menengah 17.600 BU, dan besar 1.170 BU. Peningkatan jumlah perusahaan ini ternyata belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya, yang tercermin pada kenyataan bahwa mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal, dan teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi belum sebagaimana yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh karena persyaratan usaha serta persyaratan keahlian dan keterampilan belum diarahkan untuk mewujudkan keandalan usaha yang profesional. Dengan tingkat kualifikasi dan kinerja tersebut, pada umumnya pangsa pasar pekerjaan konstruksi yang berteknologi tinggi belum sepenuhnya dapat dikuasai oleh usaha jasa konstruksi nasional. Kesadaran hukum dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi perlu ditingkatkan, termasuk kepatuhan para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan, agar dapat mewujudkan bangunan yang berkualitas dan mampu berfungsi sebagaimana yang direncanakan. Di sisi lain, kesadaran masyarakat akan manfaat dan arti penting jasa konstruksi masih perlu ditumbuhkembangkan agar mampu mendukung terwujudnya ketertiban dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi secara optimal. Kondisi jasa konstruksi nasional sebagaimana tercermin dalam uraian tersebut di atas disebabkan oleh beberapa faktor:

  • pada umumnya jasa konstruksi nasional masih mempunyai kelemahan dalam manajemen, penguasaan teknologi, dan permodalan, serta keterbatasan tenaga ahli dan tenaga terampil;
  • struktur usaha jasa konstruksi nasional belum tertata secara utuh dan kokoh yang tercermin dalam kenyataan belum terwujudnya kemitraan yang sinergis antar penyedia jasa dalam berbagai klasifikasi dan/atau kualifikasi;
  • kekurangsetaraan hubungan kerja antara pengguna jasa dan penyedia jasa;
  • belum mantapnya dukungan berbagai sektor secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi kinerja dan keandalan jasa konstruksi nasional, antara lain akses kepada permodalan, pengembangan profesi keahlian dan profesi keterampilan, ketersediaan bahan dan komponen bangunan yang standard;
  • belum tertatanya pembinaan jasa konstruksi secara nasional, masih bersifat parsial dan sektoral.

Dengan segala keterbatasan dan kelemahan yang dimilikinya, dalam dasa warsa terakhir, Jasa Konstruksi Nasional telah menjadi salah satu potensi Pembangunan Nasional dalam mendukung perluasan lapangan usaha dan kesempatan kerja serta peningkatan penerimaan negara. Dengan demikian potensi jasa konstruksi nasional ini perlu ditumbuhkembangkan agar lebih mampu berperan dalam pembangunan nasional.

3.2. Prospek Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional.

Sejalan dengan meningkatnya tuntutan masyarakat akan perluasan cakupan, kualitas hasil maupun tertib pembangunan, telah membawa konsekuensi meningkatnya kompleksitas pekerjaan konstruksi, tuntutan efisiensi tertib penyelenggaraan, dan kualitas hasil pekerjaan konstruksi. Selain itu, tata ekonomi dunia telah mengamanatkan hubungan kerjasama ekonomi internasional yang semakin terbuka dan memberikan peluang yang semakin luas bagi jasa konstruksi nasional. Kedua fenomena tersebut merupakan tantangan bagi jasa konstruksi nasional untuk berkembang dengan meningkatkan kinerjanya agar mampu bersaing secara profesional dan mampu menghadapi dinamika perkembangan pasar dalam dan luar negeri.

Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional memerlukan iklim usaha yang kondusif, yakni terbentuknya kepranataan dan dukungan pengembangan usaha, yang meliputi:

  • persyaratan usaha yang mengatur klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi;
  • standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian dan keterampilan yang mengatur bidang dan tingkat kemampuan orang perseorangan yang bekeria pada perusahaan jasa konstruksi ataupun yang melakukan usaha orang perseorangan;
  • tanggung jawab profesional yakni penegasan atas tanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya;
  • terwujudnya perlindungan bagi pekerja konstruksi yang meliputi: kesehatan dan keselamatan kerja, serta jaminan sosial;
  • terselenggaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang dilandasi oleh persaingan yang sehat;
  • pemenuhan kontrak kerja konstruksi yang dilandasi prinsip kesetaraan kedudukan antar pihak dalam, hak dan kewajiban dalam suasana hubungan kerja yang bersifat terbuka, timbal balik, dan sinergis yang memungkinkan para pihak untuk mendudukkan diri pada fungsi masing-masing secara konsisten;
  • tersedianya permodalan termasuk pertanggungan yang sesuai dengan karakteristik usaha jasa konstruksi;
  • terpenuhinya ketentuan tentang jaminan mutu;
  • berfungsinya asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi dalam memenuhi kepentingan anggotanya termasuk memperjuangkan ketentuan imbal jasa yang adil;
  • berkembangnya partisipasi masyarakat, yakni: timbulnya kesadaran masyarakat akan mendorong terwujudnya tertib jasa konstruksi serta mampu untuk mengaktualisasikan hak dan kewajibannya;
  • terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Masyarakat Jasa Konstruksi bagi para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi agar mampu memenuhi berbagai ketentuan yang dipersyaratkan ataupun kewajiban-kewajiban yang diperjanjikan;
  • perlunya Masyarakat Jasa Konstruksi dengan unsur asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi memperkuat Lembaga untuk pengembangan jasa konstruksi.

Untuk mengembangkan jasa konstruksi sebagaimana telah diuraikan di atas memerlukan pengaturan jasa konstruksi yang terencana, terarah, terpadu, dan menyeluruh dalam bentuk peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum.

3.3. Peran LPJK dalam Pengembangan Jasa Konstruksi.

Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, maka semua penyelenggaraan jasa konstruksi yang dilakukan di Indonesia oleh pengguna jasa dan penyedia jasa, baik nasional maupun asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalamnya, LPJK sebagai penyelenggara peran masyarakat jasa konstruksi yang memiliki kepentingan dan kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi, dan sebagai wadah komunikasi, koordinasi dan konsultasi antar masyarakat jasa konstruksi, antar pelaku jasa konstruksi, Pemerintah dan pengguna jasa, antar pelaku jasa konstruksi Indonesia dan pelaku jasa konstruksi asing serta segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah jasa konstruksi dalam pengertian luas yang mencakup seluruh kegiatan jasa konstruksi di dalam maupun di luar negeri, bahkan Lembaga sebagai mitra kerja Pemerintah dalam rangka mengembangkan serta meningkatkan peran jasa konstruksi nasional untuk memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi di dalam negeri dengan melaksanakan tugas pokok:

  1. melakukan dan mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi;
  2. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi;
  3. melakukan registrasi tenaga kerja konstruksi yang meliputi klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja;
  4. melakukan registrasi badan usaha jasa konstruksi; dan
  5. mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 10/PRT/M/2010 tentang Tata Cara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, serta Mekanisme Kerja LPJK, ditetapkan bahwa Lembaga Tingkat Provinsi menjalankan fungsi:

  1. menyusun dan melaksanakan program kerja Lembaga Tingkat Provinsi berdasarkan pedoman pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan oleh Lembaga Tingkat Nasional.
  2. melaksanakan registrasi untuk badan usaha kualifikasi menengah dan kecil serta tenaga ahli madya, muda dan terampil diwilayahnya.
  3. mengawasi pelaksanaan proses sertifikasi pada Unit Sertifikasi Badan Usaha dan tenaga kerja yang telah memperoleh lisensi di wilayahnya.
  4. menyelenggarakan sistem informasi manajemen jasa konstruksi dan memberikan pelayanan informasi ke pengguna jasa, penyedia jasa serta masyarakat diwilayahnya.
  5. mengupayakan kerjasama dengan Perguruan Tinggi serta Institusi Penelitian dan Pengembangan di wilayahnya untuk menyelenggarakan program penelitian dan pengembangan jasa konstruksi.
  6. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi serta mendorong pelaksanaanya pada institusi pendidikan dan pelatihan lainnya di wilayahnya.
  7. mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, konsiliasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi di wilayahnya.
  8. melaporkan kinerja Unit Sertifikasi di wilayahnya kepada Lembaga Tingkat Nasional secara berkala.
  9. melaksanakan pembinaan kepada unit sertifikasi provinsi yang belum memiliki lisensi dari Lembaga Tingkat Nasional.
  10. menyusun laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program kerja tahunan dan hasil kegiatan Lembaga Tingkat Provinsi kepada Gubernur dan tembusan kepada Menteri dan Lembaga Tingkat Nasional.
  11. memberikan saran dan pendapat kepada Gubernur tentang pengembangan jasa konstruksi.

Oleh karenanya LPJK memiliki peran strategis sebagai wadah organisasi penyelenggara peran masyarakat jasa konstruksi yang mengemban amanat pengembangan jasa konstruksi nasional perlu perkuatan dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi dan wewenangnya sehingga mampu mencapai tujuan pengaturan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas, tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang−undangan yang berlaku, peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.

Kedepan Pemerintah dan LPJK perlu membuat aturan/norma/pedoman untuk meningkatkan profesionalisme serta akuntabilitas badan usaha jasa konstruksi, menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif sehingga memberikan arah tranformasi bisnis konstruksi nasional kearah yang jauh lebih baik.

Dalam menghadapi makin ketatnya persaingan penyedia jasa konstruksi, sudah seharusnya potensi semua stakeholder dunia usaha jasa konstruksi di fokuskan pada peningkatan daya saing dan sumber daya manusia (SDM).

Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan wewenang Lembaga, keberadaan sekretariat untuk memberikan dukungan administrasi, teknis dan keahlian sangat dibutuhkan termasuk dukungan pendanaan dari pemerintah agar dapat melakukan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi.


No comments:

Post a Comment